Mendagri Bentuk Tim Usut Dugaan Penyelundupan Jabatan di Pemprov Lampung
Perombakan pejabat eselon tersebut menjelang Akhir Masa Jabatan (AMJ) Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo, pada 2 Juni 2019.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengirimkan tim untuk menelusuri dugaan terjadinya penyelundupan jabatan di pemerintah provinsi Lampung.
Hal ini karena terjadi mutasi 425 pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, pada Senin (27/5/2019).
Perombakan pejabat eselon tersebut menjelang Akhir Masa Jabatan (AMJ) Gubernur Lampung, Muhammad Ridho Ficardo, pada 2 Juni 2019.
"Tidak boleh itu, karena namanya penjabat selundupan. Tidak sah seharusnya," kata Tjahjo, ditemui di Gedung Kemendagri, Minggu (2/6/2019).
Baca: Mendagri Lantik Boytenjuri sebagai Penjabat Gubernur Lampung
Untuk menindaklanjuti dugaan terjadinya penyelundupan jabatan itu, pihaknya sudah mengirimkan tim sebagai upaya menelusuri hal tersebut.
Dia menegaskan, sekretaris daerah Provinsi Lampung bertanggungjawab terhadap mutasi jabatan tersebut.
"Yang pertama, kami sudah mengirimkan tim ke sana mempertanyakan kepada sekda, karena yang bertanggungjawab sekda," kata Tjahjo.
Dia mengaku menerima laporan dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, di mana akan melakukan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah provinsi. Namun, kata dia, laporan yang diterima jumlah pejabat yang dimutasi ada sekitar 90 orang.
Belakangan, dia mengetahui, jumlah pejabat yang dimutasi lebih banyak daripada apa yang dilaporkan tersebut.
"Karena, izin ke otda tidak sejumlah itu. Nanti, kami menunggu apa pertimbangan, apa alasan. Saya tidak hapal. Kalau tidak salah 90-an (pejabat,-red)" ungkapnya.
Sampai saat ini, dia masih menunggu laporan dari tim yang mengusut dugaan penyelundupan jabatan tersebut.
Hanya saja, dia menegaskan, proses pengangkatan pejabat itu tidak sah dan harus ditinjau kembali.
"Belum tahu, belum ada laporan. Baru dua hari tim menemui sekda. Kan kasihan, bukan kasihan yang melantik, kasihan yang dilantik. Tidak sah itu," tambahnya.