Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus BLBI, KPK Buru Keterlibatan Obligor Lain Selain BDNI

KPK membuka peluang untuk memburu penerima bantuan atau debitur (obligor) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
zoom-in Kasus BLBI, KPK Buru Keterlibatan Obligor Lain Selain BDNI
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memburu penerima bantuan atau debitur (obligor) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Setidaknya ada 48 bank yang menerima dana segar BLBI senilai Rp 144,53 triliun.

"Ada diskusi tentang itu nanti kita lihat pelan-pelan aja Biasanya berkembang ya biasanya berkembang dan proses," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (12/6/2019).

Kasus BLBI terjadi saat krisis moneter terjadi di Indonesia pada 1997-1998. Sejumlah bank memiliki saldo negatif akhirnya mengajukan permohonan likuiditas kepada BI saat itu, namun akhirnya diselewengkan.

Total dana yang dikucurkan mencapai Rp 144,53 triliun untuk sedikitnya 48 bank. Pada Januari 1998, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibentuk untuk menagih kewajiban para obligor.

Baca: Pohon Beringin yang Disakralkan Warga Desa Negari Ludes Dilalap Si Jago Merah

Baca: Pacarnya Belum Siap Menikah, Seorang Pria di Sulawesi Tega Bunuh Sang Kekasih

Pemerintahan itu merilis Surat Keterangan Lunas kepada sedikitnya lima obligor. Mereka adalah BCA (Salim Group); Bank Dagang Negara Indonesia (Sjamsul Nursalim); Bank Umum Nasional (Muhammad Bob Hasan); Bank Surya (Sudwikatmono); dan Bank Risjad Salim International (Ibrahim Risjad).

Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang telah menjerat mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.

Baca: 8 Fakta Penganiayaan Sadis di Jalanan Balikpapan, Sama-sama Tuna Rungu hingga Tak Peduli Ada Warga

Kasus ini bermula saat BDNI mendapat bantuan dana BLBI sebesar Rp 37 triliun. BDNI juga menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode 1999-2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet. Namun BPPN menduga BDNI menyalahgunakan dana bantuan itu dan menetapkan BDNI sebagai bank yang melanggar hukum.

Berita Rekomendasi

Sementara Syafruddin Arsyad Temenggung yang menjadi Kepala BPPN sejak 22 April 2002 malah menandatangani surat yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menuntaskan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Syafruddin dinilai terbukti menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang dijamin Sjamsul Nursalim dalam PKPS.

Namun setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp 220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI sebesar Rp 4,58 triliun belum dibayarkan.

Perbuatan Syafruddin dinilai membuat Sjamsul mendapat keuntungan sebesar Rp 4,58 triliun. Hal tersebut pula yang kemudian dihitung sebagai besaran kerugian negara.

Syafruddin sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum 13 tahun penjara.

Hukumannya diperberat di tahap banding menjadi 15 tahun penjara dan sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas