Jokowi Terbuka Oposisi Bergabung, Ini Kata Pengamat
Namun dia berpendapat, sudah cukup jumlah partai politik yang bergabung di koalisi pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti mengapresiasi niat Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai oposisi untuk bergabung bersama pendukung pemerintah periode 2019-2024.
Namun dia berpendapat, sudah cukup jumlah partai politik yang bergabung di koalisi pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Menurut dia, perlu juga partai-partai politik di Senayan yang menjadi penyeimbang dan mengoreksi atau mengkritisi pemerintahan kedepannya. Sehingga pemerintahan menjadi tetap terawasi.
"Komposisinya juga sudah relatif seimbang. Dan karena itu pula, tidak perlu terlalu memaksakan agar lebih banyak partai masuk ke dalam koalisi Jokowi," maka pilihannya adalah mencukupkan partai pendukung," ujar Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Kamis (13/6/2019).
Baca: Melihat Ruang Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi yang Akan Digelar Besok
Sebab, banyak partai politik dalam deretan pendukung Jokowi juga dapat berakibat tidak baik bagi demokrasi. Keseimbangan kekuasaan tidak berjalan dengan semestinya.
"Dengan 4 partai yang ada saja, komposisinya sudah hampir 60 persen kursi legislatif dikuasai oleh petahana," jelas Ray Rangkuti.
Kalau pun akan ada penambahan partai politik ke dalam koalisi pemerintah, maka dia menilai, cukup Partai Demokrat.
Sedangkan yang lain tetap berada di barisan oposisi di Parlemen.
"Adapun PAN, apalagi PKS dan Gerindra sebaiknya dibiarkan di barisan luar atau oposisi," jelas Ray Rangkuti.
Tentu saja kata dia, oposisi yang dimaksud adalah oposisi konstruktif dan menumbuhkan peradaban.
"Bukan oposisi asal beda, apalagi oposisi tukang nyinyir," ucapnya.
Bagaimanapun, dia menilai, negara demokrasi yang kuat harus diimbangi oleh kekuatan oposisi yang elegan.
Selain kualitas oposisinya harus dikembangkan, besaran pendukungnya juga harus berimbang.
Karena oposisi yang elegan ditambah dukungan publik yang kuat akan dapat menjadi mitra kritis pemerintah. Dan itu akan membuat negara kita kuat dan bergerak dinamis.
"Hanya presiden yang kurang percaya diri yang menginginkan serta banyak dukungan kepadanya. Tapi presiden yang juga memperhatikan betapa demokrasi harus dikelola, ia juga akan mendorong lahir dan kuatnya gerakan oposisi," tegasnya.