Minta Jokowi-Maruf Didiskualifikasi, Pengamat : Klaim Sepihak, Bombastis dan Sulit Dibuktikan
"Tidak ada yang istimewa dan mengejutkan. Pernyataan standar semua tim hukum yang mengajukan sengketa ke MK," katanya
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Sebastian Salang menilai tidak ada yang istimewa dan mengejutkan dari pernyataan Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto terkait tudingan pasangan nomor urut 01 Jokowi-Maruf berpotensi melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif (TSM) selama proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
"Tidak ada yang istimewa dan mengejutkan. Pernyataan standar semua tim hukum yang mengajukan sengketa ke MK," ujar Pendiri lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Jumat (14/5/2019).
Baca: Sidang PHPU Pilpres : Bukti Kecurangan Paslon 01 Dibacakan 02 Hingga Polemik Perbaikan Permohonan
Bambang Widjojanto, menilai pasangan Jokowi-Maruf Amin berpotensi melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif selama proses Pilpres 2019.
Bambang menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan lima bentuk kecurangan selama pilpres.
Lima tuduhan kecurangan itu adalah penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Oleh sebab itu, tim hukum Prabowo-Sandiaga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Pun Mereka meminta MK menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 sebagai pemenang pilpres atau paling tidak pemungutan suara diulang secara nasional.
Menanggapi hal itu, Sebastian Salang menilai itu masih bersifat klaim sepihak dan hanya bersifat bombastis.
Ia pun tak yakin akan bisa dibuktikan oleh kubu 02 di persidangan MK.
"Klaim sepihak, bombastis dan mengawang -awang. Karena mereka sendiri sulit membuktikannya," ucap Sebastian Salang.
Sebab dari narasi kecurangan yang dituduhkan, harus bisa dibuktikan apa, siapa, kapan, dimana dan berapa banyak menyebabkan kehilangan suara bagi kubu 02.
Jika tidak bisa membuktikan sampai pada tingkat angka yang riil, menurut dia, mustahil bisa dikabulkan MK.
Meski demikian semua pihak akan tetap mengikuti proses persidangannya.
Pada tahap pembuktian nanti semua pihak akan melihat apakah tim hukum 02 betul siap atau tidak.
Karena dia menegaskan, semuanya akan ketahuan dan publik akan menyaksikannya.
Baca: Dalami Hoaks Kasus Kivlan Zen Direkayasa, Direktorat Siber Kejar Kreator Hoaks-nya
Soal apakah pasangan 01 didiskualifikasi, menurut Sebastian Salang itu masih sangat jauh dari kemungkinan demikian.
"Selain karena gugatannya terlihat sumir dan mengada ada. Saya melihat MK tidak akan terpengaruh apalagi hanyut dalam pola permainan opini yang dikembangkan tim hukum 02," tegasnya.
Tim Hukum 02 Minta MK Diskualifikasi Jokowi-Maruf Amin
Bambang Widjojanto, menilai pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin berpotensi melakukan kecurangan secara terstrukrur, sistematis dan masif selama proses Pilpres 2019.
Oleh sebab itu, tim hukum Prabowo-Sandiaga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Joko Widodo dan Maruf Amin sebagai peserta pemilu 2019.
Baca: Aksi Massa Kawal Sidang di MK Ada Sosok Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua : Kami Netral
Mereka juga meminta MK menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 02 sebagai pemenang pilpres atau paling tidak pemungutan suara diulang secara nasional.
"Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Maruf Amin harus dibatalkan atau didiskualifikasi sebagai peserta Pilpres 2019, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno harus dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2019, atau paling tidak pemungutan suara Pilpres 2019 diulang secara nasional," ujar Bambang dalam sidang pendahuluan sengketa hasil pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, (14/6/2019).
Bambang menuduh, Presiden Jokowi sebagai petahana setidaknya melakukan lima bentuk kecurangan selama pilpres.
Adapun lima tuduhan kecurangan itu adalah penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah, Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, ketidaknetralan Aparatur Negara, polisi dan intelijen, pembatasan kebebasan pers dan diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
Bambang mengklaim, kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu bersifat terstruktur, sistematis dan masif.
"Dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana, mencakup dan berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia," kata Bambang.
Untuk memperkuat dalilnya itu, Bambang menyertakan tautan berita media massa online sebagai buktinya.
Terkait penyalahgunaan Anggaran Belanja Negara dan Program Kerja Pemerintah misalnya, Bambang mencantumkan sebanyak 22 tautan berita.
Pada intinya, seluruh berita tersebut menyoroti tentang upaya pemerintah menaikkan gaji aparatur sipil negara, kenaikan dana kelurahan, pencairan dana bantuan sosial (Bansos), percepatan penerimaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan penyiapan skema Rumah DP 0 Persen untuk ASN, TNI dan Polri.
Baca: Lagu Ganti Presiden Berkumandang di Tengah Aksi Massa Kawal MK
"Dengan sifatnya yang terstruktur, sistematis, masif tersebut, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying," ucap Bambang.
"Patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01," tutur mantan Wakil Ketua KPK itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.