Siti Nurbaya: Konflik Agraria Kawasan Hutan Serius Diselesaikan
Sebanyak 131 sedang dalam analisis dan dalam proses penyelesaian, sedangkan sebanyak 105 kasus belum lengkap berkas atau dokumennya.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Kamis (13/6) menegaskan bahwa pihaknya sangat serius menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di sejumlah provinsi.
Berbagai skema penyelesaian, sesuai peraturan perundangan juga telah dijalankan.
Diungkapkan Menteri Siti, laporan konflik penguasaan tanah dalam kawasan hutan tercatat yang masuk ke KLHK sebanyak 320 kasus dan diantaranya telah diselesaikan dengan mediasi sebanyak 45 kasus dan telah mencapai kesepakatan dalam bentuk kerjasama sebanyak 39 kasus.
Sebanyak 131 sedang dalam analisis dan dalam proses penyelesaian, sedangkan sebanyak 105 kasus belum lengkap berkas atau dokumennya.
“Berdasarkan data yang ada maka jumlah kasus terbanyak masuk dari Sumatera yaitu 201 kasus dan selanjutnya dari Kalimantan 47 kasus serta 43 kasus dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara,” paparnya.
Menteri Siti menjelaskan bahwa dalam konteks LHK, penyelesaian konflik tenurial dalam kawasan hutan sudah ada skema-skema penyelesaiannya, yaitu melalui penyelesaian yang diatur dengan PP ataupun Peraturan Menteri.
Pengaturan itu dengan cara: Perubahan batas Kawasan Hutan dalam proses pengukuhan kawasan hutan sesuai PP 44 tahun 2004 dan Permen LHK Nomor P.44 tahun 2012; dengan cara perubahan batas Kawasan hutan melalui pelepasan kawasan hutan/TORA), tukar menukar kawasan hutan, resettlement dan Perhutanan Sosial sesuai Perpres Nomor 88 tahun 2018 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Penyelesaian konflik agraria juga melalui Peraturan Menteri Perekonomian Nomor 3 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi penguasaan tanah dalam Kawasan hutan dan Permen LHK Nomor P.17 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubahan Batas Kawasan Hutan untuk sumber TORA. Penyelesaian juga dilakukan dengan program Perhutanan Sosial sesuai PP Nomor 6 tahun 2007, Permen LHK Nomor P.83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial dan Permen LHK Nomor 39 tentang Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perhutani.
Selain itu dapat dilakukan dengan cara pemberian Izin Penggunaan Kawasan/Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pemukiman non komersil (tidak termasuk di areal Hutan Konservasi). Mekanisme pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan harus tidak melanggar ketentuan UU 41/1999 dan UU 18/2013. Pemberian IPPKH tidak termasuk di areal hutan konservasi diatur dalam Permen LHK No. P.27/Menlhk/Setjen/ Kum.1/7/2018 Jo
Semua penyelesaian konflik agraria dan proses yang masih berlangsung untuk dituntaskan, dilaporkan Menteri Siti Nurbaya pada Rapat Tingkat Menteri di Kantor KSP tentang Penyelesaian Konflik Agraria pada tanggal 12 Juni yang dipimpin oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan dihadiri oleh Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dan beberapa pejabat Eselon I yang mewakili Menteri-Menteri Keuangan, ESDM, KKP, Kemhan, TNI, POLRI.
Diungkapkan Menteri Siti, sebagai pengantar rapat dijelaskan oleh KSP dan Deputi V KSP tentang adanya laporan konflik sebanyak 666 kasus yang mencakup areal seluas 1.457.084 hektar dan 176.132 KK.
Dijelaskan tentang konflik di dalam kawasan hutan dan konflik di luar kawasan hutan yang melibatkan instansi pemerintah, BUMN dan swasta. Dari 666 kasus tersebut tercatat sebanyak 353 kasus perkebunan, 179 kasus kehutanan, 43 berkenaan dengan pembangunan konstruksi bangunan, 37 infrastruktur, transmigrasi dan lainnya.
Dalam catatan KSP berdasarkan kelengkapan informasi dan perkiraan prosedur maka diproyeksikan bahwa sebanyak 167 kasus akan dapat diselesaikan dalam jangka pendek. Dan diantara bagian kasus yang harus diselesaikan itu tercatat sebanyak 52 kasus diproyeksikan akan dapat cepat diselesaikan oleh KLHK.P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019, dan lahan dapat digunakan selama jangka waktu digunakan. Tidak dikenakan PNBP, mendapatkan pelayanan publik, namun tidak dapat disertifikatkan.
Pengaturan khusus di kawasan konservasi sedang diatur dan sudah disiapkan dengan pola zona khusus pada kawasan konservasi, selain zona tradisional. Pengaturan ini merupakan upaya untuk menjalankan perintah Presiden agar masyarakat merasa secure meski berada dalam kawasan hutan konservasi sekalipun. Disamping mekanisme sebagaimana yang telah disebutkan, adalah mekanisme Reforma Agraria yang bisa melepaskan hutan dan menjadi tanah yang disertifikatkan bagi rakyat.