Peran Relaksasi Politik Juga Perlu Dilakukan Media Massa
Pertikaian masyarakat akibat politik akan selesai jika media memperbanyak konten-konten yang menyejukkan.
Editor: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertikaian masyarakat akibat politik akan selesai jika media memperbanyak konten-konten yang menyejukkan.
"Fungsi media di era politik saat ini adalah sebagai relaksasi politik. Melemaskan urat-urat politik yang masih kaku akibat konstetasi politik pilpres. Menyajikan berita yang tidak meruncing suasana," ujar Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers, Agus Sudibyo dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertajuk "Pers di Pusaran Demokrasi", bertempat di Ruang Serba Guna, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Rabu (26/5/2019).
Kenapa media bisa menjadi alat relaksasi politik? Agus Sudidyo menjelaskan pola seperti halnya prinsip yang dipakai dalam Jurnalisme Perdamaian.
Biasanya, media saat meliput suatu konflik cenderung menjadi Intesifier conflict atau berperan sebagai pemicu konflik.
"Namun, ada juga media yang berperan sebagai Deminicer of Conflict. Media seperti ini justru turut serta meredakan konflik karena mereka sadar efek dari konflik ini bakal menghancurkan suatu tatanan bangsa," tukas Agus Sudibyo.
Oleh karena itu, ia meminta agar situasi politik makin mereda jika semua pihak mulai dari pimpinan negara, pemilik media bersatu menyuarakan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa
"Media harus memenuhi ruang publik dengan berita-berita yang membangkitkan harapan. Kembali ke rules of democracy. Jangan patah harapan," jelas Agus Sudibyo.
Satu hal, anggota Dewan Pers ini mengingatkan agar media arus utama tidak perlu khawatir dengan kehadiran media sosial.
"Pasca Pemilu di Amerika ketika masyarakat terpecah belah oleh berita hoax terjadi yang disebut media comsumption reborn.
Dimana masyarakat kembali membaca atau mengutip kembali informasi dari media arus utama atau media mainstream," jelas Agus Sudibyo.
Dicontohkan, justru saat Kementerian Kominfo Rudiantara membatasi akses internet saat kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta justru membuat gembira para pengelola media.
"Karena justru rating TV maupun media online melonjak tinggi. Artinya masih ada kepercayaan kepada media arus utama," pungkasnya.