Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Sofyan Basir
JPU pada KPK meminta majelis hakim menerima surat dakwaan dan melanjutkan perkara ke sidang pemeriksaan perkara.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang lanjutan kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa Sofyan Basir, mantan Direktur Utama PT PLN (persero).
Pada Senin (1/7/2019) ini, sidang beragenda mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK atas nota keberatan atau eksepsi yang telah disampaikan terdakwa Sofyan Basir dan tim penasihat hukum di persidangan sebelumnya.
Budi Sarumpaet, selaku salah seorang JPU pada KPK, meminta kepada majelis hakim agar menolak eksepsi dari pihak terdakwa.
"Berdasarkan kesatuan uraian pendapat atau tanggapan yang telah kami uraikan di atas, maka kami mohon kepada majelis hakim yang memeriksa mengadili dan memutus perkara ini untuk, menolak Eksepsi atau keberatan dari tim penasehat hukum terdakwa," kata Budi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (1/7/2019).
JPU pada KPK meminta majelis hakim menerima surat dakwaan dan melanjutkan perkara ke sidang pemeriksaan perkara.
"Menyatakan bahwa surat dakwaan telah disusun sesuai ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP, dan oleh karena itu surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini," kata dia.
"Menetapkan bahwa pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan,".
Baca: Peringati 1 Juli 1971, Puluhan Massa Pro West Papua Lakukan Aksi Di Kedubes Belanda
Sementara itu, hakim Hariono memutuskan menunda persidangan untuk pekan depan. Pada Senin (8/7/2019), sidang beragenda majelis hakim menjatuhkan putusan sela.
"Demikian, acara selanjutnya giliran majelis untuk menjatuhkan putusan sela. kami mohon waktu hingga Senin depan, 8 Juli 2019," tambah Hariono.
Sebelumnya, dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif, mengatur pertemuan untuk membahas pemufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
Sofyan Basir mengatur pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisn Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN.
JPU pada KPK menjelaskan, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan Eni, Idrus, dan Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited yang dibawa oleh Kotjo.
Padahal, kata JPU pada KPK, terdakwa mengetahui Eni dan Idrus akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, sehingga Eni, selaku anggota Komisi VII DPR RI dan Idrus menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 Miliar.
Pada dakwaan pertama, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Ataupun pada dakwaan kedua, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 11 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.