Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soroti Netralitas Polri, KontraS Singgung Pelarangan Aksi #2019GantiPresiden

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti netralitas Polri dalam menangani kasus pada tahun politik.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Soroti Netralitas Polri, KontraS Singgung Pelarangan Aksi #2019GantiPresiden
Tribunnews.com/ Fahdi Fahlevi
Koordinator KontraS Yati Adriyani di kantor KontraS, Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti netralitas Polri dalam menangani kasus pada tahun politik.

Koordinator KontraS Yati Adriyani, netralitas Polri mendapatkan sorotan tajam di tengah kontestasi politik yang sengit dan terbaginya dukungan masyarakat dalam dua kutub politik yang bersaing.

"Ini menjadi ujian cukup berat untuk menjaga netralitas di tengah polarisasi masyarakat, betul-betul menantang netralitas kepolisian," ujar Yati di kantor KontraS, Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).

Beberapa penanganan kasus, menurut KontraS, membutuhkan profesionalitas dan keterbukaan dari Polri.

Baca: Buat dan Sebarkan 2.542 Konten Hoaks, Warga Pontianak Ditangkap Mabes Polri

Baca: Pegawai KPK Kritisi Minimnya Pendaftar Calon Pimpinan KPK Periode 2019-2023

Baca: Buaya Penerkam Warga Aceh Jaya Berhasil Ditangkap, Ini Penampakannya

Polri dianggap berat sebelah pada kelompok dengan pilihan politik tertentu.

Tuduhan berpihak kepada penguasa, lanjut Yati, seolah mendapatkan pembenarannya dalam pembatasan dan pelarangan kegiatan-kegiatan kebebasan berkumpul dan mengemukakan pendapat.

Berita Rekomendasi

Yati menyoroti pembubaran kegiatan #2019GantiPresiden.

"Dalam konteks ini Kontras menyoroti beberapa titik kritis bagi kepolisian, di antaranya dalam hal penanganan terhadap pelaku ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong atau hoaks. Serta penanganan terhadap bentuk-bentuk ekspresi politik, kebebasan berkumpul dan mengemukakan pendapat," ungkap Yati.

Baca: Respons Agus Rahardjo ‎Saat Ditanya Anggota DPR Kenapa Tidak Mencalonkan Kembali Jadi Pimpinan KPK

"Misalnya pelarangan aksi-aksi #2019GantiPresiden di beberapa daerah dan penggunaan hukum defamasi; pencemaran nama baik, UU Informasi, Transaksi Elektronik (ITE) dan pasal makar oleh kepolisian yang cukup meluas dan menyasar pihak yang secara tajam menyerang dan mengkritik pemerintah," tambah Yati.

Seperti diketahui, berdasarkan temuan KontraS terdapat 643 peristiwa kekerasan yang dilakukan Polri selama periode Juni 2018 hingga Mei 2019.

Sementara, tercatat 651 menjadi korban tewas, 247 luka-luka dan 856 ditangkap.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas