Pengamat Nilai Upaya Hukum Rudy ke KPK Terkait Kasus Bank Bali Menarik untuk Dikupas
Lebih lanjut Ichsanuddin mengatakan memang ada beberapa kejanggalan dari pengambilalihan Bank Bali.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi yang juga penulis buku berjudul “Menggugat Pengambilalihan Bank Bali” Ichsanuddin Noorsy mengatakan jika dilihat dari aspek hukum maka upaya yang saat ini tengah ditempuh Rudy Ramli menjadi menarik untuk dikupas.
"Karena dari aspek hukum, ketika Rudy menerima uang, ya selesai, itu problematiknya di situ. Tapi memang diduga ada perekayasaan tertentu yang akhirnya Bank Bali itu jatuh ke BPPN," ujar Noorsy kepada pers, Kamis (4/7/2019).
Dia menyikapi soal kedatangan Rudy ke KPK pekan lalu meminta untuk menyelidiki adanya kerugiaan negara dari mergernya Bank Bali dan 4 bank lainnya menjadi Bank Permata lalu dijual sahamnya yang dibeli oleh SCB.
Baca Berita Terkait : Mantan Bankir Rudy Ramli Menggugat, Minta KPK Selidiki Pengambilalihan Bank Bali oleh SCB
Lebih lanjut Ichsanuddin mengatakan memang ada beberapa kejanggalan dari pengambilalihan Bank Bali.
Termasuk soal Rudy yang kabarnya dipaksa menandatangani kertas kosong tanpa ada isi perjanjian.
"Itu juga yang saya ungkap di komisi saya dulu, kan saat itu saya anggota DPR. Itu bank asal muasalnya bank sehat kok, cuma dibikin sedemikian rupa tiba-tiba jadi drop, terus begitu," kata Noorsy.
Ichsanuddin berpandangan, sepanjang KPK bisa membuktikan ada kerugian negara maka kemudian KPK berhasil membuktikan memang ada kejahatan sehingga potensi Rudy untuk memenangkan perkara besar terbuka lebar.
"Artinya memang masalahnya SCB cuma diperalat utuk pengambilalihan itu. Dan selama Bank Permata diambil oleh SCB, pernahkah tertulis bahwa Permata adalah SCB member? Jadi, tidak pernah tertulis Bank Permata sebagai SCB member. Nah pada perspektif itu, KPK harus membuktikan bahwa pengambilalihan dan pelepasan itu merugikan negara," ujar Noorsy.
Ke KPK
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, mantan bankir sekaligus mantan pemilik Bank Bali, Rudy Ramli, mendadak terlihat menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Dia datang bersama beberapa orang untuk mengadukan kembali dugaan penyimpangan proses pengambilalihan Bank Bali yang kemudian dimerger dengan empat bank swasta lainnya di masa lalu menjadi Bank Permata.
Kedatangan Rudy Ramli diterima Direktur Pengaduan KPK, Cahya Harefa.
Kepada Cahya Harefa, Rudy Ramli mengadukan soal dugaan kerugian negara di balik kasus pengambilalihan Bank Bali di masa lampau.
"Jadi, (kedatangan ke KPK) ini merupakan lanjutan upaya saya atas permintaan otoritas terkait dalam menghentikan rencana transaksi penjualan saham Bank Permata Tbk oleh Standard Chartered Bank (SCB)," kata Rudy Ramli.
Rudy Ramli meminta KPK melakukan investigasi khusus karena dia mendapati ada indikasi proses transaksi pengambilalihan saham Bank Bali yang menurutnya sangat cacat hukum.
"Saya rasa ini momen yang baik bagi KPK untuk mengungkap adanya kerugiaan negara pada proses pegambil alihan saham oleh SCB. Sebenarnya negara tidak perlu mengalami kerugian sampai triliunan rupiah karena pada dasarnya Bank Bali ini sangat sehat, bahkan sejak krisis 1997-1998. Keuangannya juga sangat likuid," Rudy Ramli menjelaskan.
Rudy mengatakan kondisi Bank Bali berubah sejak bank ini masuk dalam daftar bank yang wajib menjalani rekapitalisasi, dan perlu mendapat suntikan modal baru dari Bank Indonesia.
Dia menyebut, beberapa pejabat BI saat itu meminta dirinya membantu bank lain yang sedang mengalami kesulitan likuiditas.
Pihaknya kemudian mengucurkan pinjaman antar bank ke Bank Umum Nasional senilai Rp 1,3 triliun.