Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus PKB Nilai Tidak Ada Beda Partai Pemerintah Dengan Oposisi

Abdul Kadir Karding menyebut belum ada aturan jelas dalam konstitusi soal posisi partai pemerintah dan partai oposisi.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Politikus PKB Nilai Tidak Ada Beda Partai Pemerintah Dengan Oposisi
tribunnews.com/ Chaerul Umam
Diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk Peran MPR dalam Memperkuat Sistem Presidensial, di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota MPR RI fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menyebut belum ada aturan jelas dalam konstitusi soal posisi partai pemerintah dan partai oposisi.

Sehingga, menurut Abdul Kadir Karding kontrol yang dilakukan terhadap pemerintah belum jelas.

Hal itu dikatakannya dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk 'Peran MPR dalam Memperkuat Sistem Presidensial', di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

"Saat ini, tidak ada bedanya antara partai pemerintah dan partai oposisi karena programnya sama, kerja-kerjanya sama, cuma bedanya yang satu berada di pemerintahan dan satunya lagi di luar pemerintahan," ujarnya.

Baca: KPK Ajak Santri di Jombang Cegah Korupsi

Baca: Gerakan Masyarakat Sipil Bersihkan Indonesia Tolak Capim KPK Dari Unsur Polri, Ini Alasannya

Baca: Martin Pratiwi Kecewa karena Ashanty Bangun Brand Kosmetik Sendiri

Karena itu, Karding menilai kontrol terhadap pemerintah atau check and balance yang dilakukan partai oposisi juga tidak jelas.

Ia melanjutkan partai oposisi bisa saja bergabung dengan pemerintah mengingat dinamika di dunia politik sangat dinamis.

Berita Rekomendasi

"Misalnya, setelah Pemilu 2014, ada partai di luar pemerintah yang kemudian bergabung menjadi partai pemerintah," katanya.

PKS siap jadi oposisi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak takut jika akhirnya harus sendirian menjadi oposisi dalam pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

Hal itu ditegaskan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera terkait isu bergabungnya sejumlah partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke koalisi Jokowi-Maruf Amin.

"PKS istiqomah insyaAllah akan di oposisi," ujar mantan Wakil BPN Prabowo-Sandiaga tersebut kepada Tribunnews.com, Selasa (2/7/2019).

Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat diketahui sudah sejak lama dirumorkan akan bergabung dengan pemerintahan Jokowi pada 2019.

Baca: Jawab Kritikan Pedas Bobotoh, Pelatih Persib Singgung Soal Barcelona

Baca: Alasan Polri Tidak Kabulkan Penangguhan Penahanan Kivlan Zen: Tidak Kooperatif

Baca: Jokowi Bertemu TKN dan TKD di Istana Bogor Malam Ini, Berikut Agendanya

Belakangan, Gerindra melalui Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno juga ditawarkan bergabung ke koalisi pemenang Pemilu 2019.

Menurut wakil ketua Komisi II DPR RI ini, Gerindra, PAN dan Partai Demokrat juga sejauh ini masih belum menegaskan sikapnya apakah akan bergabung dengan pemerintah atau seperti PKS mengambil posisi menjadi oposisi.

"Semua masih melakukan proses internal," jelas Mardani Ali Sera.

Sejalan dengan proses internal yang masih berlangsung tersebut, PKS terus membuka komunikasi untuk menjelaskan urgensi oposisi di periode pemerintahan 2019-2024.

Baca: Sambangi BNPT, Wadah Pegawai KPK Terus Kawal Seleksi Pimpinan KPK

"Komunikasinya masih berjalan. Kami coba jelaskan urgensi oposisi. Kami mengajak semua koalisi Adil Makmur dan Rakyat Indonesia menjadi Oposisi Konstruktif bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo–KH Maruf Amin."

"Saatnya kita merapikan barisan untuk menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah. Selama kita istiqomah membela rakyat sama saja kebaikan yang di dapat, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan," paparnya.

Semangat demokrasi

Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan, ajakan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) merangkul partai oposisi dalam kabinetnya perlu diwaspadai.

Menurut Burhanuddin, saat ini ada indikasi partai oposisi seperti Partai Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS mulai cair menerima ajakan Jokowi.

Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019). (Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda)

"Upaya dari Pak Jokowi untuk merangkul partai-partai oposisi tapi disaat yang sama banyak partai oposisi yang tergiur untuk masuk kedalam kabinet pemerintahan."

"Kalau ini terjadi ini akan mematikan semangat demokratik dan check and balances. Ini yang harus kita waspadai," kata Burhanuddin Muhtadi saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).

Baca: Tetap Ditolak Wanita Pujaan Hati Meski Sudah Kurus, Ahmad Zikri Akui Tak Menyesal Jalani Diet Ketat

Baca: Pengalaman Berbelanja Menggunakan Virtual Reality untuk Konsumen Energizer

Baca: Usia Baru 7 Tahun, Bocah di Karawang Ini Bobotnya 97 Kg, Sehari Makan 7 Kali, Belum Termasuk Baso

Burhanuddin pun mengatakan, demokrasi yang sebenarnya yakni koalisi pemerintah yang stabil, pemerintah yang efisien dan efektif tapi disaat bersama partai oposisi yang digdaya dan bertenaga itu dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Lebih lanjut, ia menyebut, jika semua partai termasuk yang kalah dalam Pilpres kemudian beramai-ramai masuk ke dalam pemerintahan, dikhawatirkan satu pilar demokrasi yakni oposisi akan tumbang.

"Saya minta kepada presiden maupun parpol pendukung Prabowo untuk tidak ramai-ramai masuk ke dalam pemerintahan karena dalam demokrasi narasi di pemilu itu harus ditranslasikan pasca pemilu," ungkapnya.

"Artinya setelah pemilu selesai lalu narasinya berhenti. Ini yang terjadi kan tidak yang terjadi seolah-olah narasi kampanye di waktu pemilu terputus dengan apa yang dilakukan partai pasca Pemilu," ujarnya.

Tidak sehat tanpa oposisi

Anggota MPR RI dari fraksi PKS, Mardani Ali Sera menilai penting keberadaan oposisi untuk melakukan pengawasan serta penyeimbang yang kritis dan konstruktif.

Keberadaan oposisi akan menjalankan fungsi checks and balances dalam sistem presidensial.

Ia menegaskan PKS kemungkinan besar akan mengambil peran oposisi meski dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia tidak mengenal sebutan oposisi.

Terlebih, setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh gugatan tim Prabowo-Sandiaga, Koalisi Indonesia Adil dan Makmur dinyatakan selesai.

Baca: KPK Tegaskan Anak Jaksa Agung Tidak Terlibat Dalam Kasus Suap Aspidum Kejati DKI

Baca: PW Mantan Intelijen JI Terus Berupaya Galang Kekuatan Meskipun Osama bin Laden Telah Ditangkap

Baca: Misterius, Penyerang Timnas Sepak Bola Putri Swiss Hilang di Danau

"Sistem presidensial tidak menganut oposisi dan konstitusi tidak menyebutnya secara tekstual. Namun, demokrasi tidak sehat jika tanpa oposisi," kata Mardani Ali Sera dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk 'Demokrasi Pancasila, Rekonsiliasi Tak Kenal Oposisi', di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Menurut Mardani, adanya checks and balances akan menjadikan pemerintah berjalan sehat dan efektif.

Untuk itu, ia mengajak partai pendukung Prabowo-Sandi untuk mengambil peran sebagai kontrol pemerintah.

"Justru kalau kita di luar, baik untuk pemerintah," tegasnya.

Baca: Prabowo Belum Ucapkan Selamat Kepada Jokowi, TKN: Ucapan Selamat Tidak Harus Dilakukan Secara Verbal

Sikap Mardani mendukung PKS menjadi oposisi murni keinginan untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah.

Sikap oposisi, katanya, bukan selalu dipertimbangkan karena mendapat sesuatu, termasuk kursi pimpinan.

"Saya jujur belum mendetailkan soal MD3 kita. Nanti sistemnya proporsional atau akan voting sehingga buat saya ini perlu dipertimbangkan, tetapi sikap di oposisi tidak melulu harus dipertimbangkan dapat apa," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas