Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

315.671 Warganet Tandatangani Petisi Amnesti untuk Nuril: Jangan Penjarakan Korban!

Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril mendesak Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Ibu Baiq Nuril.

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in 315.671 Warganet Tandatangani Petisi Amnesti untuk Nuril: Jangan Penjarakan Korban!
Kompas.com/ Fitri
Deretan Dukungan untuk Baiq Nuril: dari Selebriti, Aktivis, Petisi Online Hingga Hotman Paris 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril mendesak Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Ibu Baiq Nuril.

Koalisi ini terdiri dari LBH Pers, ICJR, MaPPI FH UI, LBH Apik, Elsam, AJI Jakarta, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (Jakarta Feminist Discussion Group), PurpleCode Collective, Perempuan Lintas Batas (Peretas), Hollaback! Jakarta, Paku ITE, Safenet dan KPI Wilayah DKI Jakarta

Terlebih sejauh ini sudah ada dukungan oleh 315.671 warga Indonesia yang telah menandatangani petisi "Amnesti untuk Nuril: Jangan Penjarakan Korban!" melalui platform digital.

Bestha Inatsan (Peneliti MaPPI FH UI) ‎bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril merasa‎ Amnesti merupakan harapan terakhir Ibu Nuril agar dirinya tidak dipenjara dan harus dipisahkan dari keluarganya atas keberaniannya untuk melawan pelaku kekerasan seksual yang dialaminya.

"Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril juga menagih janji DPR untuk membentuk Tim Eksaminasi perkara ini. Dengan membentuk Tim Eksaminasi, akan terlihat bagaimana kasus ini tidak layak untuk diadili dan diproses, sehingga DPR dapat memberikan dorongan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril," ucap Bestha Inatsan dalam keterangannya, Sabtu (6/7/2019).

Baiq Nuril Maknun saat ditemui di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang untuk kembali ke Mataram, Kamis (22/11/2018)
Baiq Nuril Maknun saat ditemui di Terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang untuk kembali ke Mataram, Kamis (22/11/2018) (TribunJakarta.com/Ega Alfreda)

Bestha Inatsan menilai penolakan perkara PK Ibu Nuril mempersulit upaya untuk mendorong korban kekerasan seksual berani menyuarakan pengalaman kekerasannya dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril

Berita Rekomendasi

Diketahui Jumat, 5 Juli 2019 kemarin Mahkamah Agung (MA) melalui juru bicaranya menyatakan bahwa perkara Peninjauan Kembali (PK) Pemohon Baiq Nuril Maknun ditolak. Dengan ditolaknya PK Ibu Nuril, maka MA telah menguatkan putusan pemidanaan yang dijatuhkan kepada Ibu Nuril, yakni pidana penjara 6 bulan dan denda 500 juta.

Penolakan dari Mahkamah Agung ini, menurut Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril, sangatlah mengecewakan. Pasalnya, kasus Ibu Nuril yang melakukan perekaman terhadap kekerasan seksual yang terjadi terhadap dirinya, merupakan perbuatan yang seharusnya didukung dan atas kejadian yang dialaminya, Ibu Nuril seharusnya diberikan perlindungan oleh negara.

baiq petiis
Petisi Amnesti untuk Nuril

"Sayangnya, negara justru menjerat Ibu Nuril dengan pidana penjara, karena dianggap telah melakukan distribusi informasi elektronik yang bermuatan kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 (1) UU ITE," ujarnya.

Mahkamah Agung, lanjut Bestha Inatsan
seharusnya dapat lebih cermat dan berperspektif dalam menilai kasus ini, mengingat MA sendiri telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

Dalam PERMA ini, disampaikan bahwa dalam pemeriksaan perkara, hakim diminta mempertimbangkan beberapa aspek kesetaraan gender dan non diskriminasi dalam proses identifikasi fakta persidangan. Sayangnya, hal inilah yang kemudian gagal untuk dilakukan oleh MA, yang akhirnya berdampak pada putusan pemidaanaan Ibu Nuril.


Tidak hanya kegagalan dalam melihat kasus Ibu Nuril ini sebagai sebuah kasus kekerasan seksual yang tidak layak untuk diadili, MA, merujuk pada putusan kasasi dalam perkara ini, justru gagal dalam melihat pertanyaan hukum yang harus dijawab di dalam perkara berkaitan dengan pembuktian.

Perlu diketahui, bahwa alat bukti elektronik yang diajukan di dalam persidangan kasus ini, bukan merupakan alat bukti elektronik asli, melainkan hasil penggandaan berulang kali tanpa adanya rekaman asli yang dapat menguatkan orisinalitas dari alat bukti ini.

Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril mendesak agar putusan ini tidak dijadikan preseden dalam penanganan perkara perempuan yang mengalami kekerasan seksual, sebab jelas hal ini akan mematikan upaya untuk mendorong korban kekerasan seksual berani berbicara dan bertindak atas kekerasan yang dialaminya.

Korban kekerasan seksual harus diberikan ruang yang aman untuk berbicara, menyampaikan kasusnya, dan memperoleh keadilan atas apa yang terjadi kepadanya.

"Jangan sampai karena kasus ini, Ibu Nuril- Ibu Nuril lain justru semakin takut untuk mengutarakan apa yang dialaminya dan oleh karenanya pelaku kekerasan seksual semakin leluasa dalam bertindak sewenang-wenang," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas