Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menristek Minta UU Pendidikan No.12 Tahun 2012 Jangan Jadi Alat Politisasi

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Mohamad Nasir meminta agar UU No.12 Tahun 2012 jangan dijadikan alat politisasi.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Menristek Minta UU Pendidikan No.12 Tahun 2012 Jangan Jadi Alat Politisasi
Tribun Jabar/Ahmad Imam Baehaqi
Menristekdikti RI, M Nasir, saat ditemui usai meninjau Pameran dan Uji Terap Hasil Litbang Energi Maritim di TPI Kejawanan, Kota Cirebon, Jumat (18/5/2018). 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), Mohamad Nasir meminta agar UU No.12 Tahun 2012 jangan dijadikan alat politisasi.

Sebab, kata Nasir, banyak pihak seringkali menggunakan Undang-undang Pendidikan No. 20 tahun 2003 yang dikuatkan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi itu untuk kepentingan tertentu.

Diakui oleh Nasir, Aturan dalam perundang-undangan ini kerap dijadikan alat politisasi.

"Publik harus tahu, bahwa Undang-undang yang dimaksud tidak berlaku surut. Jadi, sebelum UU itu diatur maka tidak berlaku apapun. Aturan itu berlaku setelah disahkan menjadi undang-undang. Jadi mereka yang lulus sebelum undang-undang ini diberlakukan, ijazahnya tetap sah. Termasuk Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet)," kata M Nasir kepada Tribunnews.com, Minggu (7/7/2019).

Ditegaskan, jika UU itu diberlakukan surut, maka akan menjadi ajang politisasi terutama bagi mereka yang lulus lalu kemudian kampusnya kini tutup setelah UU diberlakukan.

"Jadi, jika kampusnya sudah ditutup kemudian ada yang meragukan ijazah yang sudah dikeluarkan, saya tegaskan itu tidak benar. Jika ijazah itu keluar sebelum UU itu diberlakukan maka kelulusannya tetap sah. Karena UU itu tidak berlaku surut," tegas Menristekdikti.

Berita Rekomendasi

Sehingga menurutnya, tidak berarti mahasiswa yang lulus sebelum UU itu diberlakukan, yaitu sebelum tahun 2011 dikatakan tidak sah kelulusannya.

Berbeda jika UU itu telah berlaku tapi kemudian terjadi pelanggaran, baru dipertanyakan.

Baca: Pesan Viral Sutopo BNPB Sebelum Meninggal Untuk Sesama Pasien Kanker Berpikir Positif, Menangislah

Baca: Datuak Bandaharo Kayo: Tidak Mungkin Jokowi Hanya Memikirkan Balas Budi Seseorang untuk Jadi Menteri

Baca: Impian Bertemu Jokowi dan Raisa Terwujud, Ini Satu Impian Sutopo yang Belum Kesampaian

"Atau Jika masih ada mahasiswa yang lulusan pada saat setelah UU tersebut diberlakukan dan sudah ada penutupan (kampusnya)," lanjutnya.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo menekankan, ada pihak yang mempertanyakan gelar master bisnis yang disandangnya berasal dari universitas fiktif alias bodong.

Bambang menegaskan, dirinya adalah salah seorang alumni Institute Management Newport Indonesia (IMNI) Angkatan ke-3 tahun 1991.

Bamsoet mulai kuliah di IMNI tahun 1988. Atas berbagai tudingan itu, Bamsoet kemudian mempersilakan jika para alumni IMNI ingin menempuh jalur hukum, apabila merasa dilecehkan kepada pihak yang mempertanyakan kelulusan mereka dari IMNI.

Bambang Soesatyo mengungkapkan merasakan sekali manfaatnya setelah berjuang studi memperoleh gelar MBA di IMNI tahun 1991 tersebut.

"Sempat gak mandi, gak makan, seusai kesibukan kerja sebagai wartawan langsung kerjakan tugas-tugas lalu langsung berangkat ke IMNI, ikut ujian, capai sekali saya saat itu selama tiga tahun," ungkap Bambang.

Namun dari hasil jerih payahnya itu Bamsoet merasakan banyak manfaat bagi kehidupannya setelah berhasil menyelesaikan kuliahnya di IMNI.

"Iya benar dengan penyelesaian tugas dan ujian, setelah selesai di IMNI, rasanya plong juga, dan pola pikir manajemen saya semakin tajam rasanya," kata Bamsoet.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas