Sidang Perkara Suap PLTU Riau-1 Berlanjut ke Pemeriksaan Perkara
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta melanjutkan kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN (persero), Sofyan Basir, ke tahap pemeriksaan perkara.
Hal ini setelah Hariono, selaku ketua majelis hakim menyatakan surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK telah memenuhi unsur formil dan materiil.
Dia juga menampik nota keberatan terhadap surat dakwaan yang diajukan tim penasihat hukum terdakwa.
"Surat dakwaan tak kabur dan jelas uraian bagaimana tindak pidana yang dilakukan terdakwa, menyebutkan waktu dan tempat. Materil memenuhi syarat dan gambaran tindak pidana dilakukan, siapa, dimana, kapan tindak pidana dilakukan," kata Hariono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/7/2019).
Atas dasar itu, dia menolak, nota keberatan terhadap surat dakwaan yang diajukan oleh tim penasihat hukum terdakwa.
"Alasan tim penasihat hukum nota pembelaan halaman 15 sampai 17 majelis hakim penerapan pasal 15 juncto pasal 56 tidak belerbihan dan tidak membuat dakwaan kabur. Pasal dakwaan adalah kewenangan JPU dan bukan kewenangan majelis, bisa saja pasal yang disangkakan lebih dari satu pasal, maka keberatan tim penasihat hukum tidak dapat diterima," kata dia.
Sementara itu, mengenai keberatan penasihat hukum yang terkait dakwaan yang menyatakan bahwa Sofyan membantu memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mempercepat kesepakatan proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1 sehingga dakwaan meragukan dan membingungkan karena tidak menguraikan fee dari Kotjo, hakim juga tidak sepakat dengan hal itu.
"Dapat disimak dalam dakwaan halaman 9, atas bantuan terdakwa dalam mempercapat proses PLTU Riau, Eni punya kebutuhan untuk penyelenggaraan munas dan pilkada suaminya dan Eni serta Idrus menerima uang secara bertahap di kantor Johannes Budisutrisno Kotjo," tambah hakim.
Sebelumnya, dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.
Baca: Kesaksian Pengangkat Jenazah Sutopo Sebelum Dimandikan di Rumah Duka
Baca: Dua Alasan Ini Perkuat MA Tolak PK Baiq Nuril
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.