ICW: Putusan MA atas Kasus BLBI Dagelan Hukum!
Jumlah kewajiban Sjamsul Nursalim adalah sebesar Rp 47,2 triliun (angka ini diperoleh berdasarkan kucuran BLBI yang diterima oleh BDNI dan total dana
Editor: Malvyandie Haryadi
![ICW: Putusan MA atas Kasus BLBI Dagelan Hukum!](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/divonis-bebas-ma-syafruddin-temenggung-tinggalkan-rutan-kpk_20190709_210825.jpg)
Oleh: Indonesia Corruption Watch
TRIBUNNERS - Dunia peradilan kembali menjadi sorotan. Salah seorang terdakwa dalam kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Tumenggung (mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional), dinyatakan lepas pada pada tingkat Mahkamah Agung.
Padahal pada pengadilan sebelumnya Syafruddin dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara ini, sehingga yang bersangkutan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara. Tentu putusan ini akan berimplikasi serius pada tingkat kepercayaan publik pada lembaga peradilan.
Sebagai informasi, Syafruddin diketahui telah memperkaya salah satu obligor, Sjamsul Nursalim (Pemegang Saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia) sebesar Rp 4,58 triliun atas dasar pengeluaran Surat Keterangan Lunas.
Baca: Fasilitas Asrama Haji Bekasi Dikeluhkan, Jemaah Tidur Sekamar Diisi 10 Orang Hingga Tak Ada Lift
Baca: Persija Jakarta Vs Persib Bandung - Adu Kekuatan Pemain Timnas 10 Negara
Baca: Kesetiaan Sri Wahyuni, Pilih Mendampingi Sang Suami Menunda Kepergian ke Tanah Suci
Baca: Ancaman Hukuman Bagi yang Paksa Istri Hubungan Badan, Tak Main-main Termasuk Kejahatan Pemerkosaan
Padahal yang bersangkutan mengetahui aset yang dijaminkan oleh Nursalim berstatus misrepresentasi, sehingga tidak layak diberikan SKL. Pengeluaran SKL ini berdampak serius, karena mengakibatkan hak tagih negara menjadi hilang pada Nursalim.
Jumlah kewajiban Sjamsul Nursalim adalah sebesar Rp 47,2 triliun (angka ini diperoleh berdasarkan kucuran BLBI yang diterima oleh BDNI dan total dana nasabah).
Pada masa itu Nursalim mengklaim memiliki aset sebesar Rp 18,8 triliun, salah satunya diperoleh dari pinjaman petani/petambak PT Dipasena sebesar Rp 4,8 triliun. Jadi jumlah kewajiban Nursalim dikurangi dengan aset yang ia miliki adalah senilai Rp 28 triliun.
Persoalan pun timbul, aset senilai Rp 4,8 triliun yang dijaminkan Nursalim kepada negara untuk melunasi hutang-hutangnya ternyata bermasalah.
Kesimpulan ini bukan tanpa dasar, saat itu BPPN telah melakukan dua model audit, yakni Financial Due Dilligence dan Legal Due Dilligence, yang mana kesimpulannya menerangkan bahwa aset ini dikategorikan sebagai misrepresentasi atau sederhananya tidak sesuai dengan nilai yang disebutkan.
Tentu ini menimbulkan persepsi bahwa ada niat jahat (mens rea) dari Nursalim untuk berupaya mengelabui negara atas pelunasan hutangnya.
Selang waktu enam tahun kemudian, tepatnya pada Februari 2004 diadakan rapat kabinet terbatas yang dihadiri Presiden untuk membahas usulan dari Syafruddin yang meminta agar sisa hutang Nursalim dihapus.
Padahal yang bersangkutan mengetahui secara jelas bahwa aset senilai Rp 4,8 triliun milik Nursalim itu sedari awal bermasalah berdasarkan penjelasan audit di atas.
Dari data yang ditemukan diketahui bahwa rapat terbatas tersebut tidak membuahkan sebuah kesimpulan, atau dapat dikatakan Presiden sama sekali belum memberikan persetujuan atas usul penghapusan hutang itu.
Namun terjadi hal yang diluar dugaan, dua bulan pasca rapat kabinet itu tiba-tiba BPPN menerbitkan Surat Keterangan Lunas pada Nursalim.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.