Baiq Nurul Tunggu Keputusan Jokowi Berikan Amnesti
Salah satu pertimbangan tidak segera melakukan eksekusi atas putusan itu adalah menunggu Presiden Joko Widodo mengeluarkan amnesti bagi Baiq Nuril
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung RI HM Prasetyo menegaskan, dirinya telah memerintahkan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat agar tidak terburu-buru melakukan eksekusi atas vonis pelanggaran UU ITE yang menimpa mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril.
Prasetyo menyatakan keputusan itu dia ambil sebagai penuntut umum tertinggi di negeri ini.
Ia menegaskan, salah satu pertimbangan untuk tidak segera melakukan eksekusi atas putusan itu adalah menunggu Presiden Joko Widodo mengeluarkan amnesti bagi Baiq Nuril.
Prasetyo memastikan kemungkinan itu dinyatakan langsung oleh Presiden Jokowi.

“Saat saya laporkan kepada Presiden, beliau mengatakan akan mencoba memberikan amnesti,” ungkap Prasetyo kepada awak media usai bertemu dengan Baiq Nuril di Kantor Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jaksel, Jumat (12/7/2019).
Selain pernyataan Presiden tersebut Prasetyo menjelaskan bahwa pihaknya semakin yakin untuk tidak buru-buru melaksanakan ekskusi atas putusan itu setelah menerima 132 surat permohonan penangguhan penahanan bagi Baiq Nuril pagi tadi.
Karena menurutnya selain mencari kebenaran dan keadilan, lembaga peradilan harus mempertimbangkan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.
Baca: Agustus, Berkas Kasus Suap Pengadaan Pesawat Garuda Akan Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor
“Permohonan itu menjadi perhatian kita, tak akan diabaikan, oleh karena itu Baiq Nuril tak perlu merasa takut berlebih,” tegasnya.
Prasetyo menegaskan bahwa keputusan Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril sebagai angin segar bagi politik kesetaraan gender di Indonesia.
Baca: Pendukung Jokowi Undang Elit Parpol Koalisi Adil Makmur ke Acara Syukuran di Sentul
“Saya kira pertimbangan Presiden untuk memberikan amnesti atas pertimbangan politis, yaitu politik kesetaraan gender yaitu perlindungan bagi hak asasi perempuan,” tegasnya.
“Kita harap kasus Baiq Nuril menjadi pembelajaran bagi kita semua agar tak ada lagi perlakuan yang dianggap tak adil bagi perempuan,” ujarnya.
Baiq Nuril merupakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Dia divonis enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai melanggar UU ITE.
Baiq merekam pembicaraan Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan dirinya yang juga diduga berisi pelecehan seksual kepada Baiq.