Pemberian Amnesti Untuk Baiq Nuril Dinilai Jadi Angin Segar Bagi Kesetaraan Gender di Indonesia
Jaksa Agung HM Prasetyo tak menyangkal pemberian amnesti kepada Baiq Nuril akan menjadi angin segar bagi kesetaraan gender di Indonesia.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung HM Prasetyo tak menyangkal pemberian amnesti kepada Baiq Nuril akan menjadi angin segar bagi kesetaraan gender di Indonesia.
Ia berharap kasus ini dijadikan pembelajaran agar tak ada lagi penanganan kasus oleh pengadilan yang dianggap tak berpihak pada hak asasi perempuan.
“Hukum bukan hanya untuk mencari keadilan dan kebenaran, tapi juga untuk menggapai kepentingan yang lebih besar yaitu perlindungan hak asasi manusia terutama bagi kaum perempuan. Kalau masih ada yang pro dan kontra terhadap pemberian amnesti kepada Baiq Nuril maka saya katakan ini adalah bagian dari politik kesetaraan gender untuk melindungi kepentingan perempuan,” ujar Prasetyo.
Hal itu disampaikannya usai bertemu langsung dengan Baiq Nuril di Kantor Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).
Prasetyo menegaskan dirinya sudah memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat yang menangani kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril untuk tidak buru-buru melaksanakan eksekusi.
Ia mengatakan masih perlu melihat perkembangan atas kasus itu, termasuk potensi Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti.
Baca: Polri Sebut Temuan TGPF Berkaitan dengan Barang Bukti dan Motif Penyerangan Terhadap Novel Baswedan
Baca: Kalahkan Semen Padang, Arema FC Panjat Klasemen Liga 1 2019
Baca: Hendropriyono Beryanyi Kau Yang Memulai, Kau Yang Mengakhiri Respons Soal Kepulangan Habib Rizieq
Baca: Pengakuan Raffi Ahmad yang Pernah Bertengkar dengan Nagita Slavina hingga Pisah Rumah 4 Tahun Lalu
“Saat saya melaporka hal ini kepada beliau, Pak Presiden mengatakan akan coba memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Saya kira Pak Presiden arif dan bijaksana melihat kasus ini, ada kepentingan yang lebih besar yakni politik kesetaraan jender kepada perempuan,” katanya.
Seperti diketahui Baiq Nuril yang merupakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat divonis enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai melanggar UU ITE.
Baiq merekam pembicaraan Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan dirinya yang juga diduga berisi pelecehan seksual kepada Baiq.
Baiq kemudian menyerahkan rekaman kepada seseorang bernama Imam Mudawin yang kemudian tersebar luas.
Vonis terhadap Baiq Nuril dijatuhkan oleh Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi pada 26 September 2018 dengan menganulir putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Negeri Mataram yang yang memutuskan Baiq Nuril bebas dari segala tuntutan dan tak bersalah.
Baiq Nuril kemudian mengajukan peninjauan kembali atau PK namun ditolak oleh Mahkamah Agung.
Pekan depan