Amnesti Presiden untuk Baiq Nuril Tidak akan Kurangi Marwah MA
bila presiden nantinya memberikan amnesti kepada Baiq Nuril maka tidak akan mengurangi marwah Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan bahwa setiap lembaga memiliki kewenangannya masing masing yang diatur oleh konstitusi dan perundang-undangan.
Oleh karena itu menurutnya, bila presiden nantinya memberikan amnesti kepada Baiq Nuril maka tidak akan mengurangi marwah Mahkamah Agung (MA).
"Kan masing-masing punya kewenangannya sendiri, kita hargai MA, itu sebabnya kewenangan kosntitusional itu diatur dalam UUD," ujar Yassona di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (15/7/2019).
Untuk diketahui Baiq Nuril divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta oleh Mahkamah Agung karena melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( ITE) .
Padahal pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram, Baiq Nuril divonis bebas.
Ia mengatakan presiden memiliki pertimbangan konstitusional dalam kasus Baiq Nuril. Amnesti untuk Baiq Nuril diproses setelah melalui pertimbangan matang, termasuk mempertimbangkan aspek yuridisnya.
Presiden menurut Yasonna sebenarnya bisa memberikan grasi dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan MA.
Namun hal itu tidak bisa dilakukan karena Baiq Nuril hanya divonis 6 bulan penjara. Sementara grasi bisa diajukan untuk mereka yang divonis penjara dua tahun atau lebih.
Baca: KPU: Penggunaan Sistem Noken di Papua Tidak Bisa Dipermasalahkan
"Presiden kan bisa memberikan grasi, tapi grasi kan ga bisa diberikan. Karena ketentuan UU yang mmebatasi itu. Saya mencoba meminta pandangan tentang PK 2 kali, tertutup opsi itu. Tapisaya melihat yang dimungkinkan setelah yang didalami dimungkinkan (amnesti)," katanya.
Berdasarkan informasi yang diterimanya menurut Yasonna, Komisi III DPR RI akan segera memberikan pertimbangan amnesti untuk Baiq Nuril.
Sementara itu, saat ini surat amnesti Baiq Nuril telah diserahkan Kemenkumham kepada Presiden.
"Dari yang saya dengar ketua DPR, komisi III, akan memberikan pandangannya sesegera mungkin," pungkasnya.
Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan Guru Honorer di SMAN 7 Mataram, kasusnya berawal pada 2012 lalu. Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.
Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual. Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.