Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tersangka Kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim Kembali Mangkir dari Pemeriksaan KPK

Pasangan suami istri Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim kembali mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Tersangka Kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim Kembali Mangkir dari Pemeriksaan KPK
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan suami istri Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim kembali mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka berdua merupakan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Saksi dan tersangka tidak hadir Sjamsul Nursalim (SJN) dan Itjih Nursalim (ITN)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, kepada pewarta, Jumat (19/7/2019).

Baca: KPK Tegaskan Tidak Memprioritaskan Calon Pimpinan Jilid V dari Institusi Tertentu

Baca: Motif Pengacara Serang Hakim Pakai Ikat Pinggang Terungkap: Kesal yang Dibacakan Tak Sesuai Harapan

Baca: Sebentar Lagi Toyota akan Rilis Model Plug-in Hybrid Electric Vehicle

Baca: Demokrat Bicara Soal Kursi Kabinet: Kami Siap Dalam Posisi Apapun

Hari ini diketahui sebagai pemanggilan kedua bagi Sjamsul dan Itjih.

Sebelumnya pada Jumat (28/6/2019) mereka berdua juga mangkir dari pemeriksaan KPK.

Belum diketahui apa alasan dari pasangan suami istri itu mangkir dari panggilan penyidik komisi antirasuah.

Berita Rekomendasi

Alasannya, surat panggilan untuk dua tersangka telah dikirimkan ke lima alamat di Indonesia dan Singapura.

Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah Sjamsul-Itjih di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan sejak Rabu, 10 Juli 2019.

Untuk alamat di Singapura, imbuhnya, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia, ke empat alamat, sejak Kamis, 11 Juli 2019, yaitu 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley dan 18C Chatsworth Rd.

Baca: Curi Ponsel Warga di Lokasi KKN, Terancam Hukuman Penjara dan Dikeluarkan dari Kampus

Baca: Diduga Keracunan Nasi Bungkus, Porcam 2019 di Mendoyo Menewaskan Seorang Atlet Futsal Wanita

"Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura," kata Febri.

"Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura sejak Rabu, 10 Juli 2019," sambungnya.

Dalam perkara ini, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun.

Diduga kerugian keuangan negara adalah sebesar Rp4,58 triliun.

Alasannya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa tersangka melakukan missrepresentasi dan aset tergolong aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi.

Pada 24 Mei 2007 PPA melakukan penjualan hak tagih hutang petambak plasma senilai Rp220.000.000.000. Padahal nilai kewajiban Sjamsul Nursalim yang seharusnya diterima negara adalah Rp4,8 triliun.

Atas perbuatan tersebut, Sjamsul-Itjih Nursalim disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perkuat bukti

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI terhadap obligor BDNI.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan terhadap saksi Laksamana Sukardi untuk mengetahui proses penerbitan SKL BLBI terhadap pemegang saham pengendali BDNI Sjamsul Nursalim.

"Untuk saksi Laksamana Sukardi, Penyidik mendalami apa yang ia ketahui dalam posisi di KKSK terkait dengan proses menuju penerbitan SKL terhadap Sjamsul Nursalim," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (10/7/2019).

Baca: Baim Wong Minta Kameramen Tak Masuk Ruangan Saat Jenguk Agung Hercules

Baca: Tarifnya Mulai Rp 300 Ribu, Ini Daftar Hotel Murah di Sydney untuk Backpacker

Baca: Menteri ATR Diminta Tak Asal Revisi RTRW Hanya Demi Untungkan Calon Investor

Selain Laksamana Sukardi, KPK juga memeriksa tiga saksi lainnya.

Ketiganya yakni, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Muhammad Surta Yusuf, mantan Deputi Kepala BPPN Farid Harianto, serta seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Edwin H Abdulah.

Mereka juga diperiksa ‎untuk penyidikan Sjamsul Nursalim. 

Kata Febri, tim menggali soal proses pemenuhan kewajiban Sjamsul Nursalim terhadap para saksi tersebut.

Hal itu, untuk memperkuat bukti-bukti keterlibatan Sjamsul dan istrinya dalam kasus ini.

"Pemeriksaan saksi-saksi ini untuk terus memperkuat bukti dugaan korupsi yang dilakukan SJN dan ITN yang menjadi tersangka dalam kasus ini," jelas Febri.

Baca: Kepadatan Arus Lalu Lintas Terjadi di Kawasan Senayan Usai Laga Persija Vs Persib

Febri merincikan secara khusus terkait pemeriksaan untuk Glenn Yusuf.

Menurut Febri, pihaknya perlu mendalami keterangan saksi Glen terkait rangkaian proses pengambil alihan pengelolaan BDNI dan tanggung jawab Sjamsul Nursalim.

‎"‎Untuk saksi Glen M Yusuf, mantan Ketua BPPN didalami rangkaian proses-proses mulai dari pengambil alihan pengelolaan BDNI dan tanggung jawab Sjamsul Nursalim dalam penyelesaian kewajibannya, permintaan agar Sjamsul Nursalim menambah aset untuk mengganti kerugian karena adanya misrepresentasi atas kredit petambak saat itu termasuk adanya penolakan dari Sjamsul Nursalim dan Informasi lain yang relevan," ungkap Febri.

Sebelumnya, mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung dilepaskan dari Rutan KPK, Selasa malam kemarin.

Hal ini menyusul putusan hakim Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi Syafruddin.

Dengan bebasnya Syafruddin, banyak pihak menganggap putusan MA tersebut juga bisa menggugurkan penyidikan terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

Sebab, dua tersangka ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Syafruddin.

Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga KPK melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sekitar Rp4,8 triliun.

Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp4,58 triliun.

Alasannya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 Miliar.

Kecewa

Advokat Senior Maqdir Ismail merasa heran dan kecewa mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terus melanjutkan proses hukum terhadap Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih Nursalim (IN) dengan dalih bahwa peran suami-istri itu berbeda dengan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

“Sangat mengecewakan mendengar KPK akan terus melanjutkan proses hukum terhadap SN dan IN. Saat ini KPK berbalik mengklaim bahwa peran dan perbuatan SN dan IN berbeda dengan SAT," kata Maqdir Ismail kepada wartawan Senin petang.

Maqdir mengingatkan bahwa sebelum Majelis Hakim Mahkamah Agung mengeluarkan putusannya (Selasa 9 Juli), KPK mengklaim bahwa SAT, SN dan IN melakukan perbuatan secara bersama, sebagaimana dinyatakan dalam surat dakwaan.

Bahkan dalam surat panggilan terhadap para saksi dalam penyidikan perkara SN dan IN, ditegaskan panggilan terhadap para saksi atas perkara pidana yang dilakukan SN dan IN bersama-sama dengan SAT. KPK bahkan kembali menyatakan hal ini pada konferensi persnya pada tanggal 10 Juni 2019.

Baca: Di Hadapan Santri Ponpes Lirboyo, Hotman Paris Beberkan Kasus Ikan Asin dan Beri Warning Penting ini

Baca: Hotman Paris Ajak Penyanyi Dangdut Ini Dansa di Pantai Bali

Baca: Tata Cara Salat Gerhana atau Salat Khusuf, Gerhana Bulan Sebagian Terjadi Rabu Dini Hari

"Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan bahwa perbuatan SAT bukanlah perbuatan pidana. Saya bersama dengan banyak warga Indonesia, seperti juga yang sudah diutarakan Bapak Wakil Presiden, meminta KPK untuk konsisten dalam tindakannya dan menghormati putusan pengadilan".

Perkara ini, katanya, bukan hanya menjadi perhatian masyarakat di Indonesia. Tapi komunitas investor internasional juga terus memantau perkembangan kasus ini.

"Jika tidak ada kepastian hukum dan tidak ada penghormatan pada putusan pengadilan, maka warganegara Indonesia tidak akan mendapatkan perlindungan hukum."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas