Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ancaman Pancasila Masih Nyata, Siapa Yang Harus Menjaga?

Ancaman terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai ideologi bangsa disinyalir masih bergulir hingga kini.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Willem Jonata
zoom-in Ancaman Pancasila Masih Nyata, Siapa Yang Harus Menjaga?
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersama Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Sekjen PBNU Faishal dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat dialog Peradaban Bangsa Nasionalis, Islam dan TNI bertajuk Siapa Yang Melahirkan Republik Harus Harus Berani Mengawalnya di Kantor PA GMNI, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019). 

"Indonesia berhasil menjaga alam demokrasi. Karena itu kalau ada yang tanya demokrasi kita gagal, di mananya gagal?" tanya Moeldoko.

Kepala Staf Kepresidenan ini juga kerap bertukar pikiran dengan Panglima Myanmar bagaimana Indonesia bisa menggeser kekuatan dwifungsi secara baik.

Moeldoko sendiri mengaku tidak mudah untuk menjaga dua kutub antara nasionalis dan agama untuk mempertahankan stabilitas negara. 

"Antara demokrasi dan anarkis ini sebenarnya beda-beda tipis. Tapi di sisi lain, demokrasi tak boleh terganggu harus dikawal sebaik-baiknya," jelas Moeldoko. 

Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan bahwa Indonesia adalah rumah untuk rakyatnya.

Karena itu, rakyat harus meyakini Pancasila, Bineka Tunggal Ika dan UUD 1945 sebagai dasar bernegara. 

"Muhammadiyah bertanggung jawab sejak awal bahwa Pancasila milik kita bersama yang dalam rumusan Muktamar Muhammadiyah disebut Darul Ahdi Wassahadah. Konsensus segala bangsa harus hadir di dalamnya memberi makna kehadiran kita kemudian memberi kontribusi negara yang sesuai cita-cita bangsa sesuai alinea keempat pembukaan UUD 1945," kata Abdul. 

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Sekjen PBNU Faishal menambahkan, pihaknya dalam mengawal NKRI selalu mengedepankan pendidikan sejak dini.

Pendidikan dari pondok pesantren diyakini menjadi sumber penopang bagi masyarakat nusantara dalam memahami ideologi bangsa. 

Meski begitu, Faishal mengingatkan masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menghilangkan ketimpangan ekonomi. Menurut dia, masalah ini harus dicarikan solusinya oleh pemerintahan yang mendatang agar negara dalam tatanan yang damai.

"Bagi NU, politik itu untuk membangun negara yang adil dan sejahtera, ujungnya melahirkan kemaslahatan. Bahwa kebijakan seorang pemimpin itu harus terkait langsung dengan kemaslahatan. Siapa pun jadi pemimpin sepanjang lahirnya kemaslahatan di masyarakat, kami pasti dukung," kata Faishal. 

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pun menambahkan, baik TNI, Muhammadiyah dan NU, pasti menjaga Indonesia dari ancaman yang mengganggu Pancasila dan UUD 1945.

Namun, dalam jangka pendek ini, pemerintah juga harus menyusun kabinet agar program-program negara sesuai dengan amanat konstitusi. 

"Ketika saat ini bicara nama-nama menteri bahwa menjadi menteri bukan ambisi orang per orang. Dia harus menguasai sejarah, kemampuan kepemimpinan, mata hatinya untuk rakyat jelata," kata Hasto. 

Hasto memaparkan desain koalisi Jokowi-Ma'ruf berdasarkan empat bagian. Ia mendorong pemerintah untuk berpijak pada empat bagian ini agar pembentukan kabinet membawa semangat sejarah dan gotong royong. 

"Penataan sistem presidensial, konsolidasi ideologi, berpijak pada sejarah dan kesepakatan terhadap agenda strategis," jelas Hasto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas