Tanpa Seleksi, Sofyan Basir Muluskan Kotjo Dapatkan Proyek PLTU Riau-1
Iwan mengaku pernah mengikuti pertemuan dengan Sofyan yang juga dihadiri Kotjo.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, hanya memperkenalkan China Huadian Engineering Company (CHEC) sebagai investor proyek PLTU Riau-1 kepada jajaran di PLN.
CHEC berkaitan dengan perusahaan Blackgold Natural Resources (BNR) Limited, di mana Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai salah satu pemegang saham.
Hal ini diungkapkan Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso pada saat bersaksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Iwan mengaku pernah mengikuti pertemuan dengan Sofyan yang juga dihadiri Kotjo.
"Tidak ada, tidak dikenalkan. Kalau Riau 1 tidak ada, hanya satu saja," ujar Supangkat Iwan, saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/7/2019).
Baca: PA 212 Tuding Wiranto Benci Rizieq Shihab, Moeldoko Membela, Ini Katanya
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ronald Worotikan, mempertanyakan sampai sejauh mana keterlibatan Sofyan Basir untuk memuluskan Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
"Apakah terdakwa pernah memerintahkan kepada Pak Kotjo yang di ruangannya, nanti proposalnya hubungi saja Pak Iwan?," tanya jaksa Ronald lagi.
"Ya betul, beliau sampaikan silakan dibahas dengan direktur terkait dalam hal ini saya," jawab Supangkat.
Sebelumnya, dalam perkara proyek PLTU Riau-1 yang menelan biaya USD 900 juta ini, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd., dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Baca: Genggam Erat Sang Suami, Nunung: Maafin Aku Yang
Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif, mengatur pertemuan untuk membahas pemufakatan jahat suap kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1.
Sofyan Basir mengatur pertemuan antara Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisn Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN.
JPU pada KPK menjelaskan, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan Eni, Idrus, dan Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi dengan BNR, Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited yang dibawa oleh Kotjo.
Padahal, kata JPU pada KPK, terdakwa mengetahui Eni dan Idrus akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Kotjo, sehingga Eni, selaku anggota Komisi VII DPR RI dan Idrus menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 Miliar.
Pada dakwaan pertama, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Ataupun pada dakwaan kedua, JPU pada KPK mendakwa Sofyan Basir melanggar Pasal 11 huruf a jo Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.