Menteri LHK: Presiden dan Wapres Serius Tangani Kerusakan Lingkungan
Siti Nurbaya menyatakan, pemerintahan Presiden Jokowi dan Kementerian LHK secara bertahap dan konseptual menangani masalah-masalah lingkungan yang rel
Editor: Johnson Simanjuntak
”Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tahun 2017 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri dan kemudian dituangkan kedalam Perpres 21/2019 tentang pelaksanaan RAN PPM.
Rapat Kerja Teknis ini merupakan salah satu wadah untuk memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan Perpres RAN PPM tersebut.” papar Bambang Hendroyono.
Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa merkuri, yang juga dikenal sebagai raksa, merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Merkuri bersifat toksik, sulit terurai, bersifat bioakumulasi dan dapat berpindah tempat dalam jarak jauh melalui atmosfer. Merkuri secara global telah dilarang, baik produksi maupun penggunaannya.
Namun demikian di sektor tertentu seperti sektor kesehatan dan industri, merkuri masih dipergunakan dengan beberapa aturan.
“Khusus di sektor pertambangan emas, penggunaan merkuri telah dilarang seluruhnya,” tegas Vivien.
Minamata Diseases merupakan kasus pencemaran merkuri yang paling terkenal di dunia, yaitu pembuangan limbah yang mengandung merkuri dari pabrik pupuk Chisso di Teluk Minamata.
Tidak kurang dari 2.200 orang meninggal dan/atau menderita gangguan syaraf serius. Dampak terhadap kesehatan ini baru dirasakan oleh masyarakat dalam durasi 10-30 tahun sejak terjadi pencemaran. Kejadian ini memperlihatkan betapa bahayanya jika merkuri terpapar kepada manusia sehingga harus diatur pengelolaannya secara global.
Perpres 21/2019 mengenai RAN PPM bertujuan untuk menetapkan target dan strategi pengurangan dan penghapusan merkuri pada 4 bidang prioritas yaitu manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil, dan kesehatan.
Peraturan ini juga mewajibkan daerah untuk membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai tindak lanjut pelaksanaan RAN PPM dengan jeda waktu paling lama satu tahun setelah Perpres 21/2019 ditandatangani.
KLHK sebagai Sekretariat pelaksanaan kebijakan bertugas untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAN PPM serta mengkoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAN PPM dengan lembaga terkait.
Selain itu, KLHK melakukan pendampingan kepada daerah dalam penyusunan RAD Provinsi dan RAD Kabupaten, serta mengelola data dan informasi mengenai tingkat, status, serta proyeksi merkuri.
Bambang Hendroyono menjelaskan, Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan program penghapusan dan pengurangan merkuri diantaranya:
1. Penyusunan dan pengembangan kebijakan pelarangan importasi, distribusi dan penggunaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK),
2. Pilot project teknologi pengolahaan emas bebas merkuri di Kabupaten Lebak, Kabupaten Luwu, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Kotawaringin Barat,
3. Pemulihan lahan terkontaminasi merkuri di Kabupaten Lebak,
4. Upaya transformasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat penambang,
5. Melaksanakan kampanye stop penggunaan merkuri,
6. Pembentukan Komite Pemantauan dan Penelitian Merkuri,
7. Melakukan penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri,
8. Peningkatan kapasitas mengenai penanganan dampak merkuri kepada masyarakat dan tenaga medis,
9. Penerapan Pedoman dan Best Available Technique (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP) di sektor manufaktur
10. Penggantian lampu bermerkuri dengan lampu Light Emitting Diode (LED).
Rakernis RAN PPM ini melibatkan KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan pemangku kepentingan lainnya. Ditargetkan, pemerintah dapat mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri di tahun 2030.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.