Kapal Buronan Interpol Ditangkap di Selat Malaka
Kapal MV NIKA memiliki rekam jejak panjang sebagai kapal 'penjahat'. Sejak 2006 silam, kapal ini telah berganti nama dan bendera sebanyak 7 kali.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebuah kapal yang selama berstatus sebagai buronan INTERPOL, telah disita oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
INTERPOL bekerjasama dengan Indonesia, Pemerintah Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan (GSGSSI), Inggris, Korea, Panama serta Global Fishing Watch (GFW) untuk melakukan penangkapan terhadap kapal MV NIKA.
Melalui bantuan pelacakan kapal dari GFW, akhirnya kapal buronan tersebut berhasil disita.
Satgas 115 yang dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebelumnya telah melakukan penangkapan terhadap kapal berbendera Panama, MV NIKA pada 12 Juni 2019 di ZEE Selat Malaka.
Baca: Susi Pudjiastuti Beberkan Bahayanya Sampah Plastik
Baca: Hati-hati, Buang Sampah Plastik Sembarangan Bisa Ditenggelamkan Susi Pudjiastuti
Perlu diketahui, Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk dan terpenting di dunia.
Dikutip dari laman Globalfishingwatch.org, Rabu (24/7/2019), kapal itu merupakan kapal yang diburu INTERPOL sejak Juni 2019, karena diduga melakukan illegal Fishing atau penangkapan ikan secara ilegal.
Baca: KKP Tangkap Kapal Ikan Ilegal Asal Malaysia
MV NIKA merupakan kapal buronan Interpol lantaran diduga kuat telah melakukan sejumlah pelanggaran hukum.
INTERPOL pun memburu kapal ini menyusul permintaan bantuan yang disampaikan negara-negara yang mengalami kerugian.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan MV NIKA pun cukup banyak, satu diantaranya penangkapan ikan tanpa izin dan transshipment di zona 48.3 B atau di wilayah Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan, serta Pulau Falklands.
MV NIKA memiliki rekam jejak panjang sebagai kapal 'penjahat'. Sejak 2006 silam, kapal ini telah berganti nama dan bendera sebanyak 7 kali.
Praktik flag-hopping merupakan tipuan yang sering digunakan oleh kapal-kapal yang ingin menutupi jejak mereka.
MV NIKA juga diduga memiliki koneksi dengan operator perikanan Korea Selatan.
Kapal itu sebelumnya telah ditahan oleh Rusia karena penangkapan kepiting secara ilegal, namun dilepaskan dan kembali melakukan pelayaran.
Awalnya kapal ini menggunakan bendera Kamboja, sebelum beralih ke bendera Panama dan terdaftar sebagai kapal kargo.
Terkait kepiting, komoditas satu ini memang sangat menguntungkan bagi sektor perikanan di Pemerintah Federasi Rusia, khususnya di wilayah sub-Arktik.
Namun kapal itu ditangkap karena kegiatan illegal fishing yang sangat merugikan Rusia namun kemudian dilepaskan.
MV NIKA selanjutnya terdeteksi di dekat ZEE Argentina pada April 2019.
Kapal tersebut kemudian dilacak di perairan yang sangat dilindungi di Georgia Selatan dan Falklands pada akhir Mei hingga awal Juni.
Kegiatan kapal ini pun akhirnya menimbulkan kecurigaan di perairan yang diawasi oleh badan pengelola perikanan multinasional terbik yang dikelola dunia, yakni Komisi Konservasi Sumber Daya Laut Antartika (CCAMLR).
Kapal tersebut pun dicegat dan diperiksa, didalamnya ditemukan spesies ikan yang biasa hidup di perairan dalam serta biota laut lainnya.
Namun hasil tangkapan kapal itu ternyata tidak dilakukan dalam jumlah banyak.
MV NIKA kemudian diusir dari perairan Georgia Selatan.
Setelah menjalani inspeksi di dekat Georgia Selatan, Britania Raya, kapal ini menjadi perhatian INTERPOL.
Pada titik inilah Panama memberikan dukungannya terkait perburuan terhadap MV NIKA yang menggunakan bendera Panama.
Negara itu dikabarkan akan segera mempublikasikan data kapal penangkap ikannya di platform publik Global Fishing Watch (GFW).
Termasuk diantaranya armada kapal pengangkutnya yang digunakan dalam transshipment of catch.
Bantuan Panama ini merupakan langkah besar dalam upaya memenuhi tanggung jawab negara mereka.
Negara ini menyetujui permintaan untuk melakukan validasi terhadap informasi kapal, yakni terkait persyaratan registrasi dan lisensi.
Selain itu, Panama juga siap bekerjasama dalam kasus MV NIKA dan meminta INTERPOL untuk mendukung penempatan kapal, pelacakan dan penyelidikan di perairan, pelabuhan atau pantai.
Pada saat MV NIKA mendekati ZEE Indonesia, pergerakannya sebenarnya telah dilacak sejak Februari 2019 melalui bantuan Analis Global Fishing Watch Indonesia, Imam Prakoso.
Imam menunjukkan lokasi MV NIKA dan kegiatan yang dilakukan kapal tersebut.
Ia pun memberikan data penting yang diperlukan Satgas 115 itu untuk menangkap MV NIKA.
Saat kapal bergerak menuju perairan Indonesia dan menuju Selat Malaka, komunikasi secara langsung multi-arah pun dilakukan antara Satgas 115, INTERPOL dan Analis GFW Charles Kilgour untuk bertukar informasi terkait pergerakan target.
Dalam upaya ini, Kilgour membantu memprediksi jalur MV NIKA dan mengidentifikasi titik pertemuan di mana kapal patroli dapat melakukan penangkapan.
Hingga akhirnya pada 12 Juni 2019, MV NIKA berhasil dicegat oleh kapal patroli Indonesia, ORCA 2 dan ORCA 3.
MV NIKA memiliki 28 awak yang terdiri dari 18 warga Rusia dan 10 Indonesia.
Meskipun terdaftar sebagai kapal kargo umum, MV NIKA ditemukan dengan fasilitas lengkap, mulai dari pengolahan ikan di atas kapal, pot kepiting dan alat tangkap lainnya yang siap digunakan di geladak, hingga ikan herring yang biasa digunakan sebagai ikan umpan.
Sebelumnya, GFW memang tidak terlibat secara langsung dalam tindakan ini.
Namun sejak Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin Menteri Susi Pudjiastuti didapuk menjadi negara pertama yang mempublikasikan data armada penangkapan ikannya di platform GFW pada 2017 lalu, maka organisasi nirlaba internasional ini pun mau bekerjasama.
Perlu diketahui, Indonesia telah menggaungkan perlawanan terhadap illegal fishing di bawah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Penangkapan MV NIKA menandai prestasi bagi Indonesia karena berhasil menangkap kapal yang selama ini menjadi target INTERPOL.
Beberapa waktu lalu, Menteri Susi pun mengapresiasi bantuan Global Fishing Watch yang telah berkontribusi dalam memberikan informasi untuk melacak kapal tersebut.
"Kami berterima kasih kepada Global Fishing Watch karena telah memberikan bantuan untuk melacak MV NIKA sampai akhirnya ditangkap di Indonesia," ujar Susi.
Menurutnya, GFW telah menjadi mitra yang baik bagi pemerintah Indonesia dalam memerangi illegal fishing, melalui teknologi pelacakan kapal.
"Global Fishing Watch telah menjadi mitra terpercaya kami dalam memerangi penangkapan ikan secaea ilegal, terutama dalam melacak kapal penangkap ikan ilegal dimanapun di dunia ini," jelas Susi.
Oleh karena itu, menurutnya, upaya yang dilakukan oleh GFW ini seharusnya menjadi contoh bagi negara lainnya agar menerapkan transparansi terkait informasi data sektor perikanan.
"Upaya mereka untuk mendorong pengungkapan informasi kepada publik harus dialnjutkan dan didukung oleh negara lain," tegas Susi.
Global Fishing Watch Indonesia pun menggelar konferensi pers terkait kasus penangkapan MV NIKA, di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019).
Senada dengan pernyataan Menteri Susi, CEO Global Fishing Watch Tony Long mengatakan bahwa melalui kasus penangkapan MV NIKA tersebut, kolaborasi dan transparansi dianggap mampu menekan biaya dalam penindakan terhadap kasus illegal fishing.
"Kami melihat dengan kasus ini, ada manfaat kolaborasi dan transparansi di beberapa tingkatan untuk memberikan tindakan yang hemat biaya," jelas Long.
Ia menegaskan, transparansi dan pemanfaatan teknologi yang tepat sasaran mampu mencegah terulangnya praktik negatif dalam sektor perikanan.
"Melalui transparansi yang lebih besar dan penggunaan teknologi yang hati-hati, kami dapat mencegah praktik-praktik yang buruk," kata Long.
Bahkan kerjasama juga bisa dilakukan untuk menindaklanjuti kasus semacam itu.
Tindakan yang diambil, bukan hanya melalui penangkapan saja, namun juga membuat para pelaku praktik kotor itu keluar dari bisnis perikanan.
"Bila perlu, bersatu untuk menempatkan operator yang tidak bertanggung jawab di bawah sorotan dan keluar dari bisnis, sebelum mereka melakukan lebih banyak kerusakan," pungkas Long.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.