Fritz Nilai Mahkamah Konstitusi Tak Punya Budaya Sistem Check and Balances
"Kita nggak mempunyai little culture yang bisa memberikan check and balances kepada Mahkamah Konstitusi," kata Fritz
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
![Fritz Nilai Mahkamah Konstitusi Tak Punya Budaya Sistem Check and Balances](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/anggota-bawaslu-ri-fritz-edward-siregar-di-gedung-mahkamah-konstitusi-789.jpg)
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar menyebut dalam sistem peradilan di Indonesia, Mahkamah Konstitusi tidak memiliki budaya kecil atau little culture yang berfungsi memberikan keseimbangan alias check and balances.
Ia mengatakan demikian lantaran berangkat dari pengalamannya menjadi bagian dari generasi pendiri Mahkamah Konstitusi sebagai Asisten Hakim Maruarar Siahaan.
Baca: KPU Sudah Tetapkan Kursi dan Calon Terpilih Pileg 2019 di 4 Provinsi
"Kita nggak mempunyai little culture yang bisa memberikan check and balances kepada Mahkamah Konstitusi," kata Fritz dalam diskusi Forum Politik dan Kebijakan Publik CSIS, di Gedung Pakarti Centre, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2019).
Karena menurutnya, ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan kebijakan tentang suatu hal, tak ada pihak luar yang bisa membalas atau memberikan pengawasan keseimbangan terhadap argumen-argumen mereka.
"Jadi pada saat MK nya tidak sesuai dengan yang kita inginkan maka kita gabisa membalasnya atau tidak bisa memberikan balances kepada argumen-argumen yang disampaikan," jelas Fritz.
Apalagi, sambung Fritz, ada sebuah istilah yakni honeymoon a period yang melekat pada Mahkamah Konstitusi, bahwa orang-orang di lingkup lembaga peradilan tersebut diisi dengan seluruh sarjana hukum dan profesor bidang hukum.
Baca: Perseteruan KPU-Bawaslu Soal Rekomendasi Pemungutan Suara Ulang di Sulawesi Tenggara
Sehingga menurutnya tak ada orang lain yang bisa menyandingkan argumentasi mereka dengan argumentasi milik Mahkamah Konstitusi.
"Artinya nggak ada orang lain yang punya compiting argumen selain Mahkamah Konstitusi, karena seluruh sarjana hukum tata negara profesornya ada di MK," ucap dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.