Pukat UGM: Koruptor Lebih Takut Miskin Daripada Mati
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan koruptor dinilai lebih takut dimiskinkan dibandingkan hukuman mati
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan, tuntutan hukuman mati bagi koruptor belum tentu bisa memberantas rantai korupsi di Indonesia.
Zainal Arifin menilai, koruptor dinilai lebih takut dimiskinkan, dibandingkan dituntut hukuman mati.
"Apakah hukuman mati menjerakan? Kalau saya mengatakan, belum tentu. Yang seharusnya menjerakan itu ya penyitaan harta atau pemiskinan. Saya percaya koruptor lebih takut miskin daripada mati," ujar Zainal Arifin di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Zainal Arifin mengatakan, satu cara supaya koruptor jera adalah lewat hukuman yang keras dan kuat.
Satu di antaranya lewat pemiskinan koruptor.
Baca: Pesawat militer Pakistan jatuh di permukiman penduduk: Suaranya sangat menakutkan
Baca: Petugas Haji Tambahan Akan Difokuskan Bantu Jemaah Haji Saat Masa Krisis Armuzna
Baca: Kursi Ketua MPR Jadi Rebutan Elite Politik Karena Bisa Mengantarkan Seseorang Menuju RI 1
Baca: Selingkuh saat Suami & Anak Pulang Kampung, IRT yang Sering Diingatkan Ini Akhirnya Alami Hal Tragis
"Selama ini hukuman yang keras dan kuat masih kurang. Buktinya, residivis koruptor saja masih bisa terpilih sebagai pejabat. Harusnya ada tindakan tegas dari pemerintah, misalnya mengevaluasi hak remisi, bahkan pembebasan bersyarat ke koruptor," ucap Zainal.
Selain itu, ia juga menyarankan DPR dan pemerintah untuk mengkaji ulang Undang-Undang tentang Pemilu.
Mantan koruptor memang seharusnya dilarang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
"Harus dikuatkan juga UU-nya, ya memang harus dilarang koruptor jadi wakil rakyat. Koruptor dilarang nyaleg atau bertarung di dalam proses memperbutkan kepercayaan publik," jelasnya.
Sebelumnya, pada Sabtu (27/7/2019) Bupati Kudus Muhammad Tamzil ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tamzil menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, tuntutan hukuman mati dapat dikenakan terhadap Tamzil karena sudah dua kali terjerat kasus korupsi.
Kendati demikian, KPK akan mempertimbangkan lebih jauh ancaman hukuman mati terhadap M Tamzil.
"Nanti kami perhitungkan ulang, keterlibatan dia ini benar-benar sampai di mana, dan nanti yang memastikan bukan satu-dua, kami semua ramai-ramai dulu (memastikan)," kata Basaria, Minggu (28/7/2019).