Berstatus Tersangka, Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Dicegah KPK Berpergian ke Luar Negeri
KPK mencegah Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Hadinoto Soedigno berpergian ke luar negeri.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengajukan permintaan kepada imigrasi untuk mencegah Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Hadinoto Soedigno berpergian ke luar negeri.
Hadinoto merupakan tersangka baru kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati mengatakan, selama dalam proses penyidikan, Hadinoto dilarang bepergian ke luar negeri terhitung sejak 2 Agustus 2019.
"Tersangka HDS (Hadinoto Soedigno) sudah dicegah ke luar negeri. Pencegahan berlaku dimulai 2 Agustus 2019 hingga 6 bulan ke depan," ujar Yuyuk kepada pewarta, Rabu (7/8/2019).
Baca: Imam Satria yang Suruh Prada DP Bakar Mayat Vera Ditemukan Tewas Tenggelam, Ini Peran Lainnya
Baca: MPN Pemuda Pancasila Minta Pemerintah Tindak Tegas Pengusaha Perkebunan Sawit Nakal
Baca: Penampilan Cinta Laura di JFC Diprotes, Ibunya Minta Maaf
Baca: Eks Kakanwil Kemenag Jatim Divonis 2 Tahun, Hakim: Menag Terima Rp 70 Juta dari Terdakwa
Dalam kasus ini, Hadinoto diduga menerima uang suap dari beneficial owner Connaught International Pte. Ltd.
Soetikno Soedarjo senilai USD2,3 juta dan EUR477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Selain itu, KPK juga menetapkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan pengembangan kasus Garuda.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, selama proses penyidikan tersebut KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan Soetikno kepada mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce.
"Akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," katanya dalam konferensi pers, Rabu (7/8/2019).
Baca: Resep Sate Kambing Bumbu Kecap, Hidangan Spesial Saat Idul Adha
Laode lantas membeberkan fakta-fakta yang ditemukan selama penyidikan tersebut dan menyebut beberapa nama perusahaan asing.
Menurutnya, untuk program peremajaan pesawat, Satar saat menjabat sebagai dirut melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran.
Kontrak itu yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls-Royce.
Kemudian, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
"Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut," ujar Laode.
Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia, dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Satar dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, USD680.000 dan EUR1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Satar di Singapura, dan SGD1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Satar di Singapura.
Untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi USD2,3 juta dan EUR477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Rumah, apartemen dan rekening tersebut sejauh ini sudah disita KPK atas bantuan komisi antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau, dan Serious Fraud Office, asal Inggris.
Dalam pengembangan kasus ini, lanjut Laode, diduga juga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda.
"Untuk itu, KPK membuka peluang kerja sama dengan otoritas penegak hukum dari negara-negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini," katanya.
Tersangka Hadinoto diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Telisik pabrikan asing
Setelah mengidentifikasi sejumlah proyek yang berbau korupsi, KPK bersiap untuk mengejar keterlibatan pihak lain dalam praktik suap pengadaan mesin pesawat Garuda Indonesia.
Tiga orang baru saja ditetapkan sebagai tersangka, Emirsyah Satar (Direktur Utama Garuda) dan Soetikno Soedarjo (Beneficial Owner Connaught International) dijerat dengan pasal pencucian uang.
Sementara Hadinoto Soedigno, Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia 2007-2012 dijerat pasal suap.
"Dalam pengembangan kasus ini, diduga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
KPK, kata Laode, membuka peluang kerja
sama dengan otoritas penegak hukum dari negara-negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini.
Namun dia tidak menjelaskan lebih rinci pabrikan-pabrikan yang diduga turut menyuap Emirsyah untuk mendapatkan proyek di Garuda Indonesia.
"KPK akan terus melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang diperlukan supaya semua pihak yang terlibat dalam perkara ini bertanggung jawab sesuai dengan hukum dan aturan yag berlaku," tandasnya.
Baca: KPK Sita Rumah Mewah Emirsyah Satar di Pondok Indah Plus Apartemen di Luar Negeri
KPK juga mengharapkan dukungan dan bantuan dari pemerintah, khususnya Kementerian BUMN untuk perbaikan tata kelola BUMN dan Kementerian Luar Negeri untuk diplomasi dan kerjasama internasional dalam penyelesaian kasus-kasus multi yuridiksi.
Dalam catatan penyidikan KPK, setidaknya ada empat proyek yang diduga dibumbui uang suap.
Empat proyek itu adalah, Kontrak pembelian pesawat Trent seri 700 dan perawatan mesin dengan perusahaan Rolls-Royce. Kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.
Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR). Dan Kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.