PDIP Ngotot Hidupkan GBHN, Ahli Hukum Tata Negara: Pulang Kongres di Bali Tiba-tiba Agendakan Ini?
Dia heran mengapa sepulang dari Kongres ke-5 di Bali, PDI-P ujug-ujug melempar wacana tersebut.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berupaya menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam UUD 1945.
Gagasan itu dikemas atas nama amandemen UUD 1945 yang menumpang pada proses politik pengisian jabatan Ketua MPR periode 2019-2024.
PDI-P menilai penting kehadiran GBHN sebagai landasan berbangsa dan bernegara yang berangkat dari penjabaran ideologi Pancasila, mengabdi pada tujuan dan memuat hal pokok, berupa 'guiding principles'.
Namun pembentukan GBHN yang ngotot dihidupkan PDI-P, dikritisi oleh Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti.
Dia heran mengapa sepulang dari Kongres ke-5 di Bali, PDI-P ujug-ujug melempar wacana tersebut.
Baca: Video Seks Satu Perempuan Tiga Laki-laki Juga Ramai di Bandung, Asli Garut atau Bukan?
"Sekarang kan tiba-tiba pulang dari Bali tau-tau ada agenda ini. Ini maunya siapa? Rakyat apa segelintir orang?," terang Bivitri dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
Tidak salah juga bila pertanyaan itu muncul. Karena ia khawatir, pihak pencetus agenda ini tak lain adalah para elite politik yang punya maksud terselubung, dikemas lewat rencana amandemen UUD 1945.
"Nggak salah kalau kita bertanya, jangan-jangan ada agenda lain di balik ini," sebut dia.
Menurut Bivitri, jika pokok persoalannya adalah seputar haluan negara, maka tidak harus dengan GBHN. Sebab ada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang dibuat dan dibahas bersama DPR dan Presiden pada tahun 2007, berbentuk Undang-Undang.
Baca: Organda Protes Usulan Menhub Bolehkan Taksi Online Melintasi Kawasan Ganjil Genap
Bivitri lalu membandingkan perihal isi dan proses yang ada pada GBHN dengan RPJP.
Soal isi, kata-kata pada produk GBHN terdahulu dianggap terlalu mengawang-ngawang. Hal ini berbeda dengan RPJP yang punya indikator keberhasilan, serta target-target pencapaian.
Sementara mengenai proses, model RPJP ia sebut lebih partisipatif karena memiliki tahapan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang) di dalamnya. Tapi GBHN hanya MPR yang punya kewenangan menyusunnya.
Baca: Briptu Heidar Ditelepon Seseorang untuk ke TKP, Kemungkinan Dijebak?
"Dari proses, dengan segala kekurangan, model RPJP lebih partisipatif, ada Musrembang. Paling tidak, ada proses dibawahnya. Sementara GBHN itu dibuanya oleh MPR aja," ungkap Bivitri.