Polisi Terbakar di Aksi Demo Mahasiswa, Pengamat: Polri Perlu Punya Pendekatan Baru ke Masyarakat
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto menilai, insiden ini membuat Polri harus melakukan evaluasi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insiden terbakarnya empat anggota polisi dari Polres Cianjur di aksi demo mahasiswa di Pendopo Bupati Cianjur, Jumat (16/8/2019) kemarin mengundang keprihatinan banyak pihak.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, insiden ini membuat Polri harus melakukan evaluasi.
Polri perlu mempertimbangkan untuk membuat terobosan pendekatan baru ke masyarakat dengan tehnik-teknik lebih baik mengikuti perkembangan zaman demi mencegah terulangnya insiden tersebut.
Dia menilai aksi kekerasan terhadap polisi seperti insiden polisi terbakar saat mengamankan aksi unjuk rasa mahasiswa seperti terjadi di Cianjur, Jawa Barat, bukan kasus yang pertama terjadi.
"Insiden dalam bertugas adalah hal yang wajar. Yang menjadi permasalahan apabila ada unsur-unsur kesengajaan, termasuk kekerasan yang dialami polisi," ujar Bambang Rukminto dalam keterangan pers tertulisnya.
Sebelumnya, Bripka Heidar, Anggota Satuan Tugas Penegakan Hukum tewas setelah disergap dan ditembak Anggota Kelompok Kriminal Bersenjata di Kampung Usir Kabupaten Puncak, Papua.
Saat itu Bripka Haidar dan Brigadir Alfonso sedang melakukan tugas penyamaran untuk suatu penyelidikan. Di tengah jalan dipanggil seseorang yang mengenalnya. Ketika motor yang mereka kendarai berhenti.
Saat peristiwa demonstrasi besar, pasca Pilpres 21-22 Mei 2019 juga, tercatat beberapa anggota kepolisian terluka.
Wakapolsek Jatinegara, Jakarta Timur, AKP Sumarno juga kehilangan beberapa giginya karena rahangnya dihantam batu oleh para pengeroyok di malam kerusuhan 22 Mei 2019 lalu. Beruntung AKP Sumarno masih bisa pulih kembali.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Wonogiri AKP Aditya Mulya Ramdhani. AKP Aditya juga menjadi korban kekerasan setelah dikeroyok oleh anggota perguruan pencak silat di Wonogiri, pada Mei 2019 lalu.
AKP Aditya mengalami pecah batok kepalanya yang mengakibatkan pendarahan pada otak.
Luka serius tersebut yang menyebabkan perwira pertama ini koma, dan harus mengganti sebagian tulang tengkorak kepalanya dengan bahan sintetis.
Bambang Rukminto menilai, aneka insiden yang mendera petugas Polri ini sebagai konsekuensi tugas yang mengutamakan aspek persuasi oleh kepolisian yang mengedepankan pendekatan humanis.
"Kekerasan yang dialami polisi karena tugas-tugas kepolisian di dalam pengamanan dan ketertiban umum di era demokrasi semakin kompleks," ujarnya.