KPK Periksa Saudari Kembar Almarhumah Istri Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar
KPK memanggil tiga orang untuk penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Emirsyah Satar
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga orang untuk penyidikan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar.
Ketiga orang itu adalah Corporate Expert Garuda Indonesia Friatma Mahmud, Advokat Hanafiah Ponggawa & Partners Andre Rahadian, dan saudari kembar dari almarhum istri Emirsyah, Sandrani Abubakar.
"Ketiganya dipanggil sebagai saksi kasus TPPU untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Senin (19/8/2019).
Selain ketiga saksi tersebut, tim penyidik juga secara bersamaan memanggil satu orang untuk penyidikan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Baca: Gedung DPRD Hingga Bekas Kantor Gubernur Papua Barat Dirusak Pendemo
Baca: Massa Mulai Menjarah Warung di Pinggir Jalan Manokwari, Pedagang Pasrah
Dia adalah Senior Manager Head Office Accounting Garuda Indonesia Norma Aulia yang diminta bersaksi untuk mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka HDS (Hadinoto Soedigno)," kata Febri.
Dalam perkara TPPU, KPK juga menetapkan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Ltd. Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka.
KPK menemukan fakta yang signifikan bahwa aliran dana yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah Satar dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan juga dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.
Kontrak itu yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.
Selain itu, Soetikno diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.
Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dan empat pabrikan tersebut.
Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.
Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD680.000 dan EUR1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan SGD1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
Adapun untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi USD2,3 juta dan EUR477.000 yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.
Rumah, apartemen dan rekening tersebut sejauh ini sudah disita KPK atas bantuan komisi antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau, dan Serious Fraud Office, asal Inggris.
Dalam pengembangan kasus ini, diduga juga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda.