Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ajukan Eksepsi, Markus Nari Soroti Dakwaan Kasus Korupsi KTP Elektronik

Tommy Sihotang, mengatakan eksepsi yang diajukan tersebut mengenai ketidakcermatan, ketidakjelasan dan ketidaklengkapan dari surat dakwaan JPU pada KP

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ajukan Eksepsi, Markus Nari Soroti Dakwaan Kasus Korupsi KTP Elektronik
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Markus Nari menjalani sidang dakwaan di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (14/8). Mantan anggota Komisi II DPR tersebut didakwa atas kasus dugaan korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun dari total anggaran Rp5,9 triliun. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Markus Nari dan tim penasihat hukum membacakan eksepsi (keberatan) terhadap surat dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penasihat hukum terdakwa, Markus Nari, Tommy Sihotang, mengatakan eksepsi yang diajukan tersebut mengenai ketidakcermatan, ketidakjelasan dan ketidaklengkapan dari surat dakwaan JPU pada KPK.

Menurut dia, JPU pada KPK telah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam dakwaan tersebut, di mana JPU telah menguraikan perbuatan-perbuatan terdakwa.

"Tidak dijelaskan bagaimana terdakwa mempengaruhi proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket penerapan KTP Elektronik tersebut, jabatan apa yang dimilikinya sehingga proses penganggaran bisa terjadi, siapa saja yang dipengaruhinya, mengapa bisa terpengaruh, dan sebagainya," kata Tommy, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Baca: Polri Identifikasi Segelintir Orang yang Masih Coba Provokasi di Fakfak

Di persidangan sebelumnya, JPU pada KPK mendakwa Markus Nari memperkaya diri sendiri sebesar USD 1,4 juta sehingga memperkaya beberapa orang lainnya sehingga merugikan keuangan negara Rp 2,3 Triliun.

Tommy mempertanyakan bagaimana cara Markus Nari memperkaya orang lain.

"Bagaimana mungkin terdakwa yang hanya menerima USD 1,4 juta bisa memperkaya beberapa orang yang lain hingga negara dirugikan Rp 2,3 T? Darimana dasar perhitungannya? tanya dia.

Baca: Mengenal Nail Fadhly, Pria Tampan yang Lamar Adik Paula Verhoeven, Baim Wong Comblangnya

Berita Rekomendasi

Selain itu, dia mempertanyakan tudingan JPU pada KPK soal peran Markus Nari merintangi proses hukum perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun 2011-2012.

Dia menilai JPU pada KPK samasekali tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap apalagi kalau dikatakan terdakwa sudah menggagalkan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Mengenai peran merintangi proses hukum, kata dia, JPU pada KPK hanya menyatakan yang dilakukan terdakwa menemui Miryam S Haryani dan menyampaikan apabila Miryam mau mencabut keterangan di sidang pengadilan, maka terdakwa akan menjamin keluarga Miryam.

Baca: Ruben Onsu Simpan Nomor Betrand Peto dengan Nama Khusus

"Jika dikaitkan dengan bunyi Pasal 22 tersebut yaitu "terdakwa tidak memberikan keterangan yang benar", lalu siapakah yang memberikan keterangan yang tidak benar dalam perkara a quo? Karena sepanjang dakwaan yang diuraikan oleh JPU dalam surat dakwaan maka yang tidak memberikan keterangan yang benar, quad-non, adalah saksi Miryam S Haryani, bukan terdakwa," tambahnya.

Sebelumnya, JPU pada KPK mendakwa Markus Nari melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi USD1,400,000, terkait proyek pengadaan pengadaan barang/jasa paket Penerapan KTP Elektronik Tahun Anggaran 2011-2013.

Menurut JPU pada KPK, terdakwa menggunakan jabatan sebagai Badan Anggaran DPR RI membahas pengusulan penganggaran kembali proyek KTP Elektronik.

Baca: Peringatan Dini BMKG Besok Kamis 22 Agustus 2019: Waspada Wilayah Gelombang Tinggi dan Angin Kencang

Terdakwa mempengaruhi proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) Tahun Anggaran 2011-2013.

"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp2.3 Triliun," ungkap JPU pada KPK.

Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selain itu, Markus Nari, didakwa merintangi proses hukum perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun 2011-2012.

JPU pada KPK, Ahmad Burhanudin, menjelaskan Markus Nari meminta bantuan Anton Taufik, pengacara, untuk membantu menangani perkara proyek Pengadaan Paket Penerapan KTP Elektronik. Hal itu setelah penyidik KPK melayangkan surat pemanggilan sebagai saksi untuk Markus Nari.

Atas perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 22 Jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHPidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas