DPR Diminta Jangan Buru-buru Sahkan RUU Keamanan dan Pertahanan Siber
Dikatakan Jerry, bahwa RUU Kamtan Siber dimulai dari Badan legislasi DPR RI, bukan Komisi I DPR RI.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Pertahanan Siber (RUU Kamtan Siber) di DPR RI terkesan buru-buru dan tidak melibatkan pihak terkait.
Bahkan Komisi I DPR RI yang menjadi mitra Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN) tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU Kamtan Siber dan hanya melibatkan Badan Legislasi DPR RI.
Demikian dikatakan Anggota Komisi I DPR RI Jerry Sambuaga dalam diskusi siber bertema "RUU Kamtan Siber, Tumpang Tindih dan Rugikan Masyarakat?" di D'Consulate Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Dikatakan Jerry, bahwa RUU Kamtan Siber dimulai dari Badan legislasi DPR RI, bukan Komisi I DPR RI.
Dan RUU ini inisiatif DPR RI bersama badan Legislasi DPR RI.
"Yang ingin saya tanyakan mengapa Komisi I DPR RI tidak dilibatkan BSSN dan langsung berkomunikasi dengan Baleg DPR. Bahwa RUU dimulai dari Badan legislasi, bukan Komisi I DPR RI. Bahwa ini inisiatif DPR RI bersama badan Legislasi," jelas Jerry.
Baca: Sikapi Pidato Kenegaraan Jokowi, Pakar Keamanan TI Ingatkan Urgensi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber
Ditegaskan Politisi Golkar ini, RUU Kamtan Siber sulit disahkan, terlebih selama ini Komisi I DPR RI tidak dilibatkan dalam pembahasannya.
Ia pun sepakat bahwa RUU Kamtan Siber penting.
"Saya sepakat bahwa RUU ini penting dan urgent. Dan bila 30 September belum mendapatkan kesepakatan dan belum tuntas dan ini jangan tunda," terangnya.
Praktisi IT yang juga Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Ardi Sutedja dengan tegas menyatakan RUU Kamtan Siber tiba-tiba muncul dan publik baru mengetahui pembahasannya.
"RUU ini muncul secara tiba-tiba. Tahun 2018 sudah muncul dan baru tahu. Kok bisa produk hukum mau dibuat, namun industri tidak dilibatkan.
Sekarang muncul banyak reaksi yang mempertanyakan dan tidak melibatkan stage holder dan pasti akan masalah. Kami tidak diajak bicara," tegas Ardi.
Persoalan utamanya, ucap Ardi, poin-poin dalam draft RUU ini terjadi 3-4 tahun lalu dan tidak mengacu pada kondisi riil terkait ancaman dan fostur lainnya.
"Sekarang aja WhatsApp dimatikan kita ribut. Menurut saya ini terlalu konvensional dan ini hanya mengacu pada pemerintah, bukan mengacu pada ekosistem yang ada," tegasnya.
Dia pun kritisi bahwa rancangan ini banyak terjadi tumpang tindih pada institusi lainnya dan perlu diperbaiki lagi.
"Kita tidak bisa bahwa siber itu dijadikan komoditas. Dan siber menyangkut orang banyak dan menyangkut institusi. Misalnya kewenangan di UU ITE, atau UU Perioritas seperti RUU Data Pribadi. Seharusnya ini arif dan melibatkan orang banyak," imbuhnya.
Pakar Pertahanan dan Keamanan Yono Reksiprodjo mengatakan RUU Kamtan Siber kontradiktif dengan kementerian dan lembaga lainnya.
Bahkan rancangan ini tidak menjelaskan tentang mapping dan ancaman pertahanan.
"Saya akan melihat ini isu dalam pertahanan. Siber walfare dan perang tanpa bentuk dan tak ada yang mengusul. Nah, hal-hal saat ini sangat sulit dan ini masalah. Ini sesuatu akan masuk dan berkembang," jelasnya.
Deputi Direktur Riset ELSAM Wahyudi Djafar mengatakan RUU ini tidak berbicara pengawasan dan bahkan adanya tumpang tindih dengan kementerian dan kelembagaan.
"RUU ini tidak berbicara pengawasan. Apakah komisi I DPR RI yang menjadi pengawasnya. Yang lain ada beberapa tumpang tindih dengan beberapa aturan. Misalnya kUHAP," tegasnya.
Ia pun berharap dalam 2 bulan ini DPR fokus melakukan sosialisasi dan tidak buru-buru mengesahkan.
Yang penting RUU ini bisa melindungi keamanan siber dan jaringan.
"Saya berharap RUU ini penting. Dan dalam 2 bulan ini DPR tidak buru-buru mengesahkan. Dan bisa melindungi keamanan siber dan jaringan."
Direktur Proteksi Pemerintah BSSN Ronald Tumpal mengatakan serem bila RUU ini tidak disahkan. BSSN pun memberikan kesempatan bagi publik untuk memberikan masukan.
"Serem lagi kalau kita menunda pengesahannya. Ini kesempatan dan ada inisiatif ini kita berikan masukan. Kalau diskusi tidak cukup. Saya lihat bukan subtansi dari ininya. Namun ancamannya yang mengerikan," ujar Tumpal.
Dikatakannya, RUU Kamtan Siber adalah produk DPR. Dan seharusnya masyarakat memberikan masukan kepada DPR.