Penasihat Hukum Minta Markus Nari Dibebaskan dari Dakwaan Korupsi KTP-Elektronik
Menurut dia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusun surat dakwaan untuk menjerat kliennya secara tidak jelas
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tommy Sihotang, penasihat hukum terdakwa Markus Nari, meminta majelis hakim agar membebaskan kliennya dari dakwaan di kasus korupsi KTP-Elektronik.
Menurut dia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusun surat dakwaan untuk menjerat kliennya secara tidak jelas, tidak lengkap, dan kabur.
"Memohon agar majelis hakim menerima dan mengabulkan seluruh eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Markus Nari. Dan menyatakan dakwaan terhadap terdakwa batal demi hukum dengan segala akibat hukum," kata Tommy, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Untuk itu, dia menyatakan perkara atas Markus Nari tidak dapat dilanjutkan. Selain itu, membebaskan terdakwa Markus Nari dari Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Timur cabang KPK.
Baca: Tanpa Mahasiswa China, Universitas di Australia Terancam Kesulitan
"Merehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum terdakwa Markus Nari pada keadaannya semula sebelum adanya perkara ini," tambahnya.
Rencananya, majelis hakim akan memutuskan kelanjutan perkara tersebut melalui pembacaan putusan sela. Putusan sela akan dibacakan pada Rabu (21/8/2019).
Sebelumnya, terdakwa Markus Nari dan tim penasihat hukum membacakan eksepsi (keberatan) terhadap surat dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penasihat hukum terdakwa, Markus Nari, Tommy Sihotang, mengatakan eksepsi yang diajukan tersebut mengenai ketidakcermatan, ketidakjelasan dan ketidaklengkapan dari surat dakwaan JPU pada KPK.
Menurut dia, JPU pada KPK telah tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dalam dakwaan tersebut, di mana JPU telah menguraikan perbuatan-perbuatan terdakwa.
Baca: Rusuh di Fakfak, Kemkominfo Shutdown Akun Sosial Media Bernada Provokatif
Di persidangan sebelumnya, JPU pada KPK mendakwa Markus Nari memperkaya diri sendiri sebesar USD 1,4 juta sehingga memperkaya beberapa orang lainnya sehingga merugikan keuangan negara Rp 2,3 Triliun.
Tommy mempertanyakan bagaimana cara Markus Nari memperkaya orang lain.
Selain itu, dia mempertanyakan tudingan JPU pada KPK soal peran Markus Nari merintangi proses hukum perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik) Tahun 2011-2012.
Dia menilai JPU pada KPK samasekali tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap apalagi kalau dikatakan terdakwa sudah menggagalkan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Mengenai peran merintangi proses hukum, kata dia, JPU pada KPK hanya menyatakan yang dilakukan terdakwa menemui Miryam S Haryani dan menyampaikan apabila Miryam mau mencabut keterangan di sidang pengadilan, maka terdakwa akan menjamin keluarga Miryam.
Baca: Pukul 14.00, Rupiah Menguat ke Level Rp 14.240 Per Dolar AS