Alasan Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, dari Risiko Bencana hingga Terletak di Tengah Indonesia
Berikut beberapa alasan mengapa ibu kota pindah ke Kalimantan Timur, dari risiko bencana hingga terletak di tengah Indonesia.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Tiara Shelavie
Beban tersebut akan semakin berat jika ibu kota pemerintahan tetap ada di Pulau Jawa.
Sementara itu, total kebutuhan pendanaan untuk ibu kota baru yakni kurang lebih sebesar 466 triliun Rupiah.
Nantinya, 19 persen pendanaan akan berasal dari APBN.
Pendanaan berasal dari skema kerjasama pengelolaan aset di ibu kota baru dan DKI Jakarta.
Sisanya akan berasal dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta investasi langsung swasta dan BUMN.
"Kita tidak bisa membiarkan beban Jakarta dan Pulau Jawa yang semakin berat dalam hal kepadatan penduduk. Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara, dan air yang harus segera ditangani," terang Jokowi.
Jokowi mejelaskan, berbagai masalah di Jakarta tersebut bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta.
Namun, hal itu dikarenakan besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan Jakarta.
Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa terus meningkat, meskipun sejak 2001 telah dilakukan otonomi daerah.
Pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam dan diintensifkan selama tiga tahun terakhir.
Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan, lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Alasan Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur
Dalam siaran pers, Jokowi menjelaskan beberapa alasan mengapa ibu kota baru berlokasi di Kalimantan Timur.
Pertama, risiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi dan tanah longsor.