Dikhawatirkan Conflict of Interest, Pengacara Koruptor Diminta Mundur dari Panelis KPK
Asfinawati pun meminta standar pertanyaan yang diajukan kepada 20 peserta seleksi capim KPK nantinya tidak bersifat normatif.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Kawal Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) menyoroti nama Luhut MP Pangaribuan yang dipilih Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK sebagai panelis ahli dalam uji publik dan wawancara peserta seleksi Capim KPK.
Pasalnya, Luhut merupakan penasihat hukum dari Emirsyah Satar, tersangka kasus pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia, Tbk dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penanganan kasus itu masih berjalan di lembaga antirasuah sampai saat ini. Anggota koalisi yang juga merupakan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyatakan, sebaiknya Luhut mundur karena berisiko menimbulkan konflik kepentingan.
"Karena kasus Emirsyah sedang jalan, ya. Ini karena CoI (Conflict of Interest). Sebaiknya Luhut mundur," kata Asfinawati saat dikonfirmasi, Senin (26/8/2019).
Baca: Butuh Dana Rp466 Triliun Untuk Pindahkan Ibu Kota Baru ke Kaltim, Hanya 19% Uang Negara yang Dipakai
"Karena dia (Luhut) akan menguji orang yang akan berhadapan dengan dia di kasus itu," imbuhnya.
Asfinawati pun meminta standar pertanyaan yang diajukan kepada 20 peserta seleksi capim KPK nantinya tidak bersifat normatif.
Dia berharap, rekam jejak dan pandangan peserta capim terkait kasus Novel Baswedan masuk ke dalam daftar pertanyaan.
"Sehingga pertanyaan yang merupakan hal penting tidak mewakili individu-individu, tapi masyarakat luas," simpulnya.
Asfinawati juga meminta Pansel tidak menutup pintu terhadap aspirasi publik. Pansel, kata dia, harus tetap menampung masukan-masukan publik terkait pertanyaan yang bakal diajukan pada tahap wawancara dan uji publik.
Baca: Amnesty International Indonesia Tanggapi Vonis Kebiri Kimiawi Pelaku Pemerkosaan 9 Anak di Mojokerto
Asfinawati memandang, e-mail yang menjadi sarana Pansel dalam menerima masukan masyarakat selama ini tidak diimplementasikan sebagaimana yang diharapkan.
"Selama ini masih tertutup dan tidak mendengar suara masyarakat. Padahal, Pansel dalam Keppres dimandatkan untuk mendengar suara masyarakat," tukas dia.
Sementara itu, Yudi Purnomo, Ketua Wadah Pegawai KPK pun angkat bicara mengenai persoalan di atas.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertanggung jawab terhadap apa pun yang menjadi hasil seleksi. Hal itu lantaran Pansel hanya bertugas untuk memberi masukan terhadap Presiden ihwal 10 nama yang nanti diajukan ke DPR.
"Oleh karena itu, WP KPK mengingatkan bahwa apa pun hasil seleksi ini, tanggung jawab tetap ada di presiden Jokowi," kata Yudi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca: Kapan Waktu yang Tepat Bayi Menyantap Makanan dan Minuman Probiotik?
Yudi mengharapkan peran aktif masyarakat untuk terus mengawal agenda seleksi calon pimpinan KPK. Selain itu, dia juga mendesak Jokowi agar membuat keputusan yang baik dan positif di mata publik.
"Sehingga harapan Pak Jokowi sendiri yang ingin korupsi terus diberantas itu bisa terlaksana," demikian Yudi.
Disinggung sebelumnya, Pansel Capim KPK menunjuk dua pakar sebagai penguji dalam uji publik terhadap 20 peserta seleksi Capim KPK.
Uji publik bakal jadi rintangan terakhir para peserta Capim KPK sebelum diserahkan ke Presiden Joko Widodo dan diuji kembali oleh DPR.
"Meutia Garni Rahman sama Luhut MP Pangaribuan. Bu Meutia kan sosiologi antikorupsi ya, concern dalam isu korupsi dan empat tahun lalu juga ikut. Pak Luhut pakar hukum pidana, semua orang tahu sehingga dia memiliki kompetensi," ujar Anggota Pansel Capim KPK Al A'raf, Jakarta, Senin (26/8/2019).