Ibu Kota Pindah ke Kalimantan, BMKG: Satu-satunya Pulau dengan Aktivitas Gempa Rendah
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga angkat bicara soal isu pemindahan ibu kota baru ke Pulau Kalimantan.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Miftah
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga angkat bicara soal isu pemindahan ibu kota baru ke Pulau Kalimantan.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan mengumumkan rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan pada Senin (26/8/2019) hari ini.
Rencananya, konferensi pers tentang pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan, akan digelar di Istana Negara Senin siang, pada pukul 13.00 WIB.
Kabar pengumuman pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan diketahui dari unggahan video di channel YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (26/8/2019).
Baca: SIAP-SIAP Presiden Jokowi Umumkan Ibu Kota Baru Indonesia Senin Siang Hari Ini, Kalimantan Mana?
Baca: Soal Pemindahan Ibu Kota Negara, Isran :Kaltim Jadi Penyeimbang Indonesia
Dalam video yang berdurasi kurang lebih 1 menit itu, disematkan beberapa petikan pernyataan Jokowi soal ibu kota yang baru.
Termasuk saat Jokowi meminta izin akan memindahkan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan saat pidato kenegaraan di Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jumat (16/08/2019).
Menanggapi hal itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membahas tentang keamanan Pulau Kalimantan dari aktivitas gempa.
Dikutip dari laman resmi bmkg.go.id, BMKG menegaskan bahwa Pulau Kalimantan adalah satu-satunya pulau di Indonesia dengan tingkat aktivitas kegempaan relatif paling rendah.
Baca: Kata Ekonom Senior Ini, Pemindahan Ibu Kota Hanya untuk Gagah-gagahan
Baca: FIX!Presiden Umumkan Lokasi Ibu Kota Baru Hari Ini, Catat Waktu dan Link live Streaming, Bisa Via HP
"Meskipun di Pulau Kalimantan terdapat struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa bumi, tetapi secara umum wilayah Pulau Kalimantan masih relatif lebih aman jika dibanding daerah lain di Indonesia, seperti Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua yang memiliki catatan sejarah gempa merusak dan menimbulkan korban jiwa sangat besar," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Sabtu (24/8/2019).
Dwikorita memaparkan, kondisi seismisitas Pulau Kalimantan yang relatif rendah ini berdasarkan sejumlah fakta.
Fakta tersebut diantaranya pertama, wilayah Pulau Kalimamtan memiliki jumlah struktur sesar aktif yang jauh lebih sedikit daripada pulau-pulau lain di Indonesia.
Lalu kedua, wilayah Pulau Kalimantan lokasinya cukup jauh dari zona tumbukan lempeng (megathrust), sehingga suplai energi yang membangun medan tegangan terhadap zona seismogenik di Kalimantan tidak sekuat dengan akumulasi medan tegangan zona seismogenik yang lebih dekat zona tumbukan lempeng.
Baca: Emil Salim Sedih Mendengar Usulan Bappenas soal Pemindahan Ibu Kota
Baca: Lokasi Ibu Kota Baru Diumumkan Siang Ini
Kemudian ketiga, beberapa struktur sesar di Kalimantan kondisinya sudah berumur tersier sehingga segmentasinya banyak yang sudah tidak aktif lagi dalam memicu gempa.
Namun demikian, untuk mengantisipasi terjadinya bencana khususnya di wilayah pesisir Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan yang berhadapan dengan sumber gempa, maka menurutnya perlu disusun strategi mitigasi bencana dengan menyiapkan tata ruang pantai agar masyarakat pesisir lebih aman.
"Tata ruang pemanfaatan daerah pesisir harus berbasis mitigasi bencana, Ini penting guna mengantisipasi bencana tsunami di pantai rawan tsunami dan tangguh menghadapi tsunami," kata Dwikorita.
Selain itu, lanjut Dwikorita, konsep evakuasi mandiri juga menjadi pilihan tepat dan efektif untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman tsunami.
Baca: Jokowi Akan Umumkan Lokasi Ibu Kota, Benarkah Kalimantan Aman dari Gempa? Ini Penjelasan BMKG
Baca: Hari Ini, Presiden Jokowi Bakal Beberkan Lokasi Ibu Kota Baru
Evakuasi mandiri dengan menjadikan guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami alami dapat menjamin keselamatan masyarakat.
Dwikorita mengungkapkan, edukasi evakuasi mandiri dan pelatihan evakuasi (drill) akan menjadi materi penting dalam kegiatan sosialisasi untuk masyarakat dan stakeholder di wilayah pantai rawan tsunami, oleh berbagai Lembaga terkait, seperti BNPB, BPBD, BMKG, dsb.
Masyarakat yang ditinggal di zona sesar aktif dan di kawasan pesisir, harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami.
"Jika tempat tinggal kita di daerah rawan, maka yang penting dan harus disiapkan adalah langkah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas masyarakat dan stakeholder, serta infrastruktur yang kuat untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," ungkap Dwikorita.
Baca: Live Streaming Siaran Langsung Pengumuman Ibu Kota Negara yang Baru Siang Nanti, Tonton di HP
Baca: Berita Terkini Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan, Diumumkan Hari Ini hingga Kritik Menteri Orba
Disisi lain, Deputi Geofisika BMKG Mohammad Sadly, mengatakan Pulau Kalimantan relatif lebih aman secara seismik jika dibandingkan dengan pulau-pulau besar di Indonesia.
Meski demikian, saat ini BMKG bersama Kementerian dan Lembaga terkait sedang menyiapkan sistem monitoring gempa dan langkah-langkah mitigasi gempa bumi dan tsunami yg lebih mumpuni untuk menjaga keselamatan masyarakat dan keberlanjutan perekonomian di calon wilayah Ibukota tersebut.
"BMKG bersama Kementerian/Lembaga lain berupaya meminimalisir sekecil mungkin risiko kebencanaan di wilayah tersebut dengan menyiapkan skenario mitigasi bencana yang tepat, terpadu, dan berkesinambungan," tutur Sadly.
(Tribunnews.com/Whiesa)