Hakim Nawawi: Organisasi KPK Tidak Sehat dan Butuh Obat
Calon Pimpinan KPK Nawawi Pomolango menjabarkan beberapa langkah yang bakal ditempuh jika dirinya lolos menjadi pimpinan KPK.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi

Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Pimpinan KPK Nawawi Pomolango menjabarkan beberapa langkah yang bakal ditempuh jika dirinya lolos menjadi pimpinan KPK.
Pertama penguatan kordinasi dan supervisi.
Kedua penguatan monitoring.
Ketiga pengoptimalan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Keempat tata kelola organisasi KPK secara internal.
Baca: Respons Fadli Zon Sikapi Hadirnya Smart SIM yang Digagas Korlantas Polri
Baca: Klub Penari Telanjang di Meksiko Diberondong Tembakan Sekelompok Orang, 25 Tewas dan 11 Luka-luka
Baca: 15 Kabupaten Ini Terima Bantuan Ruang Kelas dari Kemendes PDTT
"Kemarin ada problem muncul pegawai KPK gugatan keputusan. Mahkamah Agung organisasi besar dan sumber daya manusianya banyak. Saya belum pernah dengar misalnya hakim dipindah ke Manado, lalu gugat Mahkamah Agung," ucap Nawawi yang juga Hakim di Pengadilan Tinggi Bali itu, Rabu (28/7/2019) ketika tes uji publik dan wawancara di Gedung 3, Lantai 1, Setneg, Jakarta Pusat.
Tidak hanya itu, Nawawi juga menyinggung beberapa kali pimpinan KPK tidak tahu jika ada Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Membaca hal tersebut, dia meyakini organisasi KPK tidak sehat.
"Ada OTT tapi pimpinan belum tahu, beberapa kali seperti ini. Ada problem di dalam organisasi ini. Saya bisa katakan organisasi KPK tidak sehat dan butuh obat. Sudah digugat oleh pegawai, pimpinannya kalah lagi," tegasnya.
Untuk diketahui Pansel Capim KPK kembali melakukan uji publik terhadap tujuh kandidat komisioner KPK pada Rabu (28/8/2019).
Di hari kedua ini sebanyak tujuh calon pimpinan KPK ikut dalam tes.
Mereka di antaranya Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Johanis Tanak, advokat yang juga mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar.
Akademisi Luthfi Jayadi Kurniawan, mantan jaksa M Jasman Panjaitan, hakim Pengadilan Tinggi Bali Nawawi Pomolango, dosen Neneng Euis Fatimah, dan dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Nurul Ghufron.