Pegawai Negeri yang Dipindah ke Ibu Kota Baru akan Dapat Rumah
Syafruddin mengatakan berkat fasilitas perumahan yang disiapkan oleh negara, ASN nanti tidak perlu mengontrak atau membeli rumah di Kalimantan Timur.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menjamin aparatur sipil negara (ASN) kementerian atau lembaga pusat akan mendapatkan fasilitas rumah di ibu kota negara baru di Kalimantan Timur. Nantinya aparatur sipil negara yang pindah ke Kalimantan Timur tidak perlu mengontrak atau membeli rumah.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (27/8).
Syafruddin mengatakan berkat fasilitas perumahan yang disiapkan oleh negara, ASN nanti tidak perlu mengontrak atau membeli rumah di Kalimantan Timur. Dia mencontohkan ASN yang bekerja di Jakarta, tapi tinggal di Bekasi harus berangkat bekerja sepagi mungkin.
"Kalau tinggal di Jakarta mengontrak di Bekasi, harus berangkat jam 04.00 subuh dari Bekasi menuju Jakarta," ujar Syafruddin.
Baca: Jelang Persalinan Anak Pertama, Kartika Putri Bebas Pilih Mau Caesar atau Normal, Semua Disiapkan
Baca: DOWNLOAD Lagu Cinta Karena Cinta Lagu Judika Terbaru 2019, Chord, Lirik, Unduh MP3 & MP4 di Sini!
Tak hanya fasilitas perumahan, pemerintah juga menyediakan fasilitas perkantoran, pendidikan yang memadai dan kesehatan yang lengkap. Oleh karena itu, kehidupan aparatur sipil negara di ibu kota negara baru akan efisien.
"Semua ada. Justru di sana bisa efisien kalau ASN pindah ke sana," kata Syafruddin.
Syafruddin mengungkapkan Presiden Joko Widodo akan menerapkan konsep Green and Smart City di ibu kota negara baru.
Kemudian transportasi, mungkin saja di sana karena itu smart city and green city cukup berjalan 500 meter dari rumah ke kantor," ujar Syafruddin.
Sejauh ini, KemenPAN-RB mendata ada sekitar 180 ribu ASN di kementerian, lembaga dan badan-badan di tingkat pusat yang akan pindah ke ibu kota baru.
Syafruddin mengatakan nanti dari jumlah tersebut diperkirakan 30 persen di antaranya tidak ikut pindah. Alasannya adalah saat masa pemindahan yang direncanakan mulai 2024, 30 persen ASN itu memasuki masa pensiun.
"Mereka juga sebagian itu akan pensiun, paling tidak ada yang kena pensiun tahun ini, tahun depan atau nanti 2021 atau sampai 2024," kata dia.
Baca: Kekasihnya Terpanggang dalam Mobil, Elvira : Masih Berharap Ini Prank Sih
Baca: Namanya Lama Redup, Ian Kasela Muncul Tanpa Kacamata, Kesakitan dan Tunjukkan 3 Lubang di Tubuhnya
Baca: HARI INI - Ramalan Zodiak Rabu 28 Agustus 2019: Gemini Banting Tulang, Taurus Dewasa, Aries Pemalas
Dirinya berharap agar para ASN tidak perlu khawatir berlebihan terkait pemindahan ke ibu kota baru ini. Menurut Syafruddin pemindahan ibu kota adalah niat yang baik bagi semua bangsa yang mengininkan kemajuan.
"Yang kedua, mari kita berpikir begini, tidak ada satupun negara di dunia ini manakala mengambil kebijakan akan membuat susah aparatnya atau masyarakatnya. Pasti manfaatnya akan besar bagi siapapun. Khususnya ASN," jelas dia.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan semua ASN yang berada di tingkat pusat harus siap dipindahkan ke ibu kota negara baru. ASN tidak boleh menolak bila dipindahtugaskan.
"Kan saat daftar sudah jelas sebagai ASN harus siap ditempatkan di mana saja di wilayah NKRI," kata Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan kepada Kompas.com, Selasa (27/8).
Hal ini disampaikan Ridwan menanggapi hasil survei yang menyebut para ASN menolak pindah ke ibu kota baru. Ridwan meyakini penolakan para ASN itu hanya spontanitas saat ditanya oleh surveyor.
Namun demikian, jika memang nantinya ada perintah dari negara untuk dipindahtugaskan, maka Ridwan yakin mayoritas ASN tidak akan menolak. Ridwan menegaskan akan ada sanksi bagi ASN yang menolak untuk dipindahtugaskan.
"Sesuai UU ada aturannya terkait sanksi, tapi kita jangan bicara jauh ke sana dulu karena ini prosesnya masih panjang," ujar Ridwan.
Ridwan mengaku sampai saat ini belum ada keputusan kementerian dan lembaga mana saja yang akan dipindah ke ibu kota baru. Menurut dia tidak semua instansi pemerintah akan dipindah ke Kalimantan Timur.
"Harusnya cukup fungsi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan lembaga kepresidenan," ujar Ridwan.
BKN memprediksi ada sekitar 600.000 ASN di kementerian/lembaga yang akan dipindahtugaskan ke ibu kota baru. "Perkiraan dari total 900.000 PNS kementerian/lembaga yang ada saat ini, 600.000 yang akan dipindahkan," kata Ridwan.
Tak ada Pilkada di Ibu Kota Baru RI
Bentuk pemerintahan di ibu kota negara Republik Indonesia yang baru bukan otonom, tapi administratif. Oleh karena itu, ibu kota negara akan dipimpin oleh aparatur sipil negara dan tidak ada pemilihan kepala daerah.
Hal ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (27/8). Menurut Akmal ibu kota negara baru nanti akan berbentuk daerah administratif khusus dan dipimpin oleh ASN yang ditunjuk pemerintah.
“Bentuk pemerintah baru nanti bukan otonom tapi administratif khusus dan otomatis dipimpin oleh ASN, yang memantau nanti saya itu,” ungkap Akmal.
Akmal mengatakan ibu kota baru diharapkan bebas dari dinamika politik. Ibu kota negara yang baru nanti tidak seperti di Jakarta sekarang yang berbentuk daerah otonomi khusus dan melaksanakan pemilihan kepala daerahnya secara politik.
Sebagai daerah administratif khusus, maka pemerintah pusat, terutama presiden, mempunyai kewenangan langsung mengatur ibu kota tersebut. “Kita sarankan ibu kotanya administratif dan agitatif, bukan otonom. Kalau otonom ada pilkada, ada DPRD, dan pasti ada dinamika politik,” tegasnya.
Pernyataan Akmal tersebut ditegaskan langsung oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. Tjahjo mengatakan ibu kota baru yang dicanangkan di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut akan dibuatkan wilayah administratif khusus dan bukan otonomi khusus.
Tjahjo menggambarkan ibu kota baru tersebut nantinya akan seperti Putrajaya di Malaysia atau kawasan kota mandiri seperti BSD (Bumi Serpong Damai) di bawah Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
“Ibu kota baru nantinya tidak akan dibuat sebagai daerah otonomi baru, bukan dibuat menjadi kabupaten atau kotamadya sendiri. Konsepnya seperti Putrajaya di Malaysia atau kalau di tempat kita ada BSD,” ungkap Tjahjo.
Terkait Jakarta, Akmal Malik mengatakan kota ini akan kehilangan statusnya sebagai daerah khusus ibu kota setelah ibu kota negara dipindah. Namun demikian, Jakarta tetap memiliki ruang untuk menjadi daerah otonomi khusus, misalnya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi atau pusat bisnis.
Untuk menjaga peluang tersebut, Pemprov Jakarta harus proaktif untuk menentukan kewenangan serta bentuk dari daerah otonomi khusus bisnis yang akan disandangnya tersebut.
Menurut Akmal langkah awal untuk menentukan hal tersebut adalah merevisi UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Pemprov Jakarta sudah mengusulkan sejak tiga bulan lalu untuk revisi UU No 29 Tahun 2007 untuk memperkuat eksistensi Jakarta sebagai ibu kota Indonesia yang tidak tercantum dalam beberapa pasal. Tapi karena ada rencana pemindahan ibu kota kami kembalikan dan sudah diperbaiki oleh Gubernur Jakarta Anies Baswedan,” tutur Akmal.
“Jakarta sudah mengusulkan itu (menjadi daerah otonomi khusus bisnis), tapi yang perlu dicermati apakah yang disampaikan tersebut sudah mendukung Jakarta sebagai daerah otonomi khusus bisnis,” tegas Akmal.
Akmal menjelaskan wewenang penetapan Jakarta sebagai daerah otonomi khusus tersebut berada di tangan presiden dan DPR RI dengan melibatkan pemerintah daerah setempat.
Akmal mencontohkan Provinsi Papua yang menjadi daerah otonomi khusus karena telah melalui kesepakatan antara presiden dengan DPR dan melibatkan pemerintah daerah. Akmal juga menjelaskan revisi UU tersebut akan sejalan dengan persiapan pembuatan UU penetapan ibu kota baru. (Tribun Network/zal/rin)