Berlinang Air Mata, Mantan Deputi IV Kemenpora Akui Terima Suap Dana Hibah KONI
Dia mengaku menerima pemberian uang itu pada saat membacakan pembelaan terhadap tuntutan kasus suap pemberian dana hibah KONI.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana, mengaku menyesal telah menerima suap berupa uang dan barang.
Pemberian suap diberikan mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI, Johny E. Awuy.
Dia mengaku menerima pemberian uang itu pada saat membacakan pembelaan terhadap tuntutan kasus suap pemberian dana hibah KONI.
Pembelaan dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Kamis (29/8/2019).
Baca: Akibat Kesalahan Satu Penumpang, Bandara Ini Batalkan Ratusan Penerbangan
"Yang Mulia dan Jaksa Penuntut Umum, saya mengakui telah menerima sejumlah pemberian, THR Rp 300 jutan HP Samsung dan ATM BNI (saldo tidak saya ketahui, dalam fakta disebut sekitar Rp 100 juta,-red). Akan tetapi semua pemberian hadiah tersebut tidak pernah saya pakai dan telah dikembalikan (kepada KPK,-red)" kata Mulyana, sambil meneteskan air mata.
Dia menegaskan tidak mempunyai niat sedikitpun untuk dengan sengaja membantu percepatan proposal di luar prosedur, terpikirpun tidak sama sekali. Hal ini semata, karena Jhony Awuy, seperti yang disampaikan dalam fakta persidangan telah memaksa, mendesak untuk menerima.
"Tetapi, karena paksaan dan desakan, maka saya lebih kepada karena menghormati Johny sebagai Laksamana TNI AL, membuat saya sebagai orang timur merasa "Trenyuh", saya menghargai Johny dan menerima hadiah-hadiah tersebut," kata dia.
Baca: Buntut Insiden Rasisme, Unjuk Rasa Menuntut Referendum di Deiyai Berakhir Ricuh
Di persidangan sebelumnya, terungkap pemberian uang dan barang itu agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI pada Tahun Anggaran 2018.
Mulyana mengungkapkan pembahasan proposal KONI untuk pengawasan dan pendampingan I dilakukan pada bulan Mei 2018. Tahap pertama pencairan anggaran sebesar 70 persen atau Rp 21 Miliar berdasarkan laporan pada bulan Juni dan sisa 30 persen sebesar Rp 9 Miliar telah dicairkan pada 13 November 2018. Hal ini disebabkan, KONI baru menyampaikan laporan SPJ pada akhir Oktober 2018.
Adapun, proposal pengawasan dan pendampingan II yang dikirim KONI terkait dengan pengawasan dan pendampingan atlet berbakat pada bulan Agustus 2018. Akan tetapi, karena SPJ pengawasan dan pendampingan I belum dilaporkan maka proposal tersebut belum dibahas, sampai akhirnya laporan pengawasan dan pendampingan I diterima pada bulan Oktober dan pencairan 13 November 2018.
Baca: Megawati Minta Jokowi Bentuk Tim Khusus Bahas Ibu Kota Baru Dan Nasib Jakarta
"Selama proses ini, saya selalu dihubungi dan ditekan oleh Sekjen KONI dengan selalu mengatakan "Kapan itu cair?" "Proposal sudah masuk" beberapa kali," ungkapnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Mantan Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana, pidana penjara 7 tahun serta pidana denda senilai Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
JPU pada KPK menuntut Mulyana karena menerima suap Rp 400 juta. Suap tersebut diberikan oleh Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah meyakinkan bersama melakukan tindak pidana korupsi secara lebih lanjut sesuai dakwaan alternatif pertama yang terbukti melanggar Pasal 12 a UU Tipikor," kata JPU pada KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Baca: Naikkan Biaya Iuran BPJS Kesehatan, Demi Tambal Kerugian yang Capai Puluhan Triliun!
Mulyana diduga menerima uang dan barang bersama-sama pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Mulyana diduga menerima Rp 100 juta dalam kartu ATM terkait pencairan hibah untuk KONI tersebut. Selain itu, Mulyana diduga menerima mobil Toyota Fortuner, uang Rp 300 juta, dan ponsel Samsung Galaxy Note 9.
JPU pada KPK mengungkapkan pemberian uang, mobil dan ponsel itu diduga agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI pada Tahun Anggaran 2018.
Baca: Ungkap Kepribadianmu Lewat Jenis Anjing yang Kamu Pilih dan Sukai untuk Jadi Peliharaan
Selama persidangan, kata JPU pada KPK, terdakwa cukup kooperatif, mengakui perbuatan dan membantu penuntut umum dalam menerangkan perkara ini. Namun, hal itu tidak cukup untuk mengabulkan sebagai Justice Collaborator (JC).
"Berdasarkan SEMA 4 angka 9 tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama, namun permohonan JC belum memenuhi syarat yang diajukan terdakwa untuk dapat dikabulkan," kata JPU pada KPK.