Terungkap, Ternyata Ini Alasan Pemerintah Coret Bukit Soeharto dari Calon Ibu Kota Baru
Bukit Soeharto menjadi titik pertama yang dijejak Presiden Joko Widodo dan rombongan saat lawatan ke Kalimantan pada Mei 2019.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI Bambang Brodjonegoro mengatakan, selama ini banyak orang yang salah kaprah mengira ibu kota baru akan berada di Bukit Soeharto, Kalimantan Timur.
Sebab, Bukit Soeharto menjadi titik pertama yang dijejak Presiden Joko Widodo dan rombongan saat lawatan ke Kalimantan pada Mei 2019.
Padahal, kata Bambang, Presiden hanya melihat jalan tol di sekitar Bukit Soeharto itu.
“Waktu rombongan kita dan pak Presiden datang, kita turunnya memang di Bukit Soeharto, di jalan tol. Karena presiden mau lihat jalan tolnya sudah sampai mana,” ujar Bambang saat berkunjung ke Menara Kompas, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Bukit Soeharto memang digadang-gadang menjadi calon ibu kota baru. Namun, namanya langsung dicoret lantaran statusnya yang merupakan hutan lindung.
Presiden, kata Bambang, tidak mau hutan lindung dikorbankan untuk dijadikan kawasan pemerintahan. Meski lokasinya sangat strategis, berada tepat di tengah dua kota besar.
“Kita lihat, kalau idenya di Bukit Soeharto, kita tidak mau karena hutan konservasi. Kita lihat hutannya sudah rusak,” kata Bambang.
Alih-alih menambah rusak kawasan hutan tersebut dengan pembangunan, pemerintah berencana merehabilitasinya.
Meski bukit Soeharto berada dalam cakupan ibu kota baru, tetapi tak akan disentuh untuk dijadikan bangunan.
Lagi pula, kata Bambang, Bukit Soeharto tidak masuk kualifikasi pemerintah karena terdapat tambang batu bara aktif dan bekas galian tambang di sana.
“Ternyata, selain hutan, dia mengandung batu bara. Ada batu baranya, jadi kita tidak pilih di sini,” kata Bambang.
Pemerintah akhirnya memilih Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru.
Tepatnya, sebagian di Penajam Passer Utara, dan sebagian di Kutai Kartanegara.
Menurut Jokowi, ada empat alasan mengapa lokasi itu dipilih.
Pertama, risiko bencananya minim, baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, maupun tanah longsor.
Kedua, lokasi tersebut dinilai strategis. Jika ditarik koordinat, lokasinya berada di tengah-tengah wilayah Indonesia.
Ketiga, lokasi itu berada dekat perkotaan yang sudah terlebih dahulu berkembang, yakni Kota Balikpapan dan Kota Samarinda.
Keempat, Kaltim telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, termasuk transportasi.
Kelima, hanya di lokasi tersebutlah terdapat lahan pemerintah, yakni seluas 180.000 hektar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Pemerintah Coret Bukit Soeharto dari Calon Ibu Kota Baru"
Spekulan Tanah
Pemerintah berencana membekukan sementara jual beli lahan di lokasi yang akan menjadi ibu kota baru di Kalimantan Timur, tepatnya Kabupaten Penajam Passer Utara dan Kutai Kartanegara.
Langkah itu diambil untuk menghindari munculnya spekulan lahan ketika ibu kota mulai dibangun.
Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil, pembekuan dilakukan setelah penetapan lokasi atau penlok keluar.
Kebijakan ini tidak berlaku di luar 180 ribu hektar kawasan ibu kota yang telah ditetapkan sebelumnya.
"Selama tidak menyangkut ibu kota negara kan enggak bisa kita batasi ya. Sama hak-hak perorangan, tetapi yang dalam perencanaan ibu kota tentu akan dilakukan," kata Sofyan di kantornya, Selasa (27/8/2019).
Dari total kebutuhan lahan, ia menuturkan, 90 persen diantaranya dipastikan merupakan lahan milik pemerintah.
Saat ini, tim terkait telah diterjunkan untuk inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) di seluruh kebutuhan lahan yang ada.
Nantinya, pengembangan kawasan ibu kota akan dilakukan secara bertahap. Namun untuk tahap awalnya akan dibangun pusat pemerintahan di atas lahan seluas 3.000 hektar.
"Dalam tempo 1 hingga 1,5 bulan tim sudah selesai," ujarnya.
Ia pun meminta masyarakat tak khawatir dengan rencana pembangunan kawasan ibu kota ini.
Sebab, pembangunan yang dilakukan tidak akan merusak hutan Kalimantan.
"Kita sadar betul dan pemerintah sangat commited, bahkan kota ini diharapkan akan menjadi kota yang indah sekali karena hutannya lebat, tanahnya luas. Kalau di Jakarta sekarang ini mau bernafas dengan suasana hutan saja enggak ada," tandansya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jual Beli Lahan di Kaltim Bakal Dibekukan Sementara"
Fasilitas ASN
Ribuan aparatur sipil negara (ASN) kementerian dan institusi pusat akan ikut pindah ke ibu kota baru. MenPAN-RB Syafruddin menuturkan semua fasilitas akan disiapkan.
Mantan wakapolri ini menyebut, pembangunan pusat pemerintahan mendatang ini akan memiliki konsep Green and Smart City yang meliputi fasilitas perkantoran, fasilitas pendidikan maupun fasilitas kesehatan.
"Semua ada, justru di sana (ibu kota baru di Kaltim) bisa efisien kalau ASN atau aparatur pindah ke sana," ucap Syafruddin.
Ia pun meminta ribuan PNS yang akan pindah untuk tidak merespon negatif pemindahan ibu kota ini, lantaran pemerintah telah memikirkan bagaimana menekan biaya hidup PNS bila pindah ke Kalimantan Timur.
"Jadi kita jangan berpikir negatif, apa-apa dikit berpikir negatif, coba berpikir positif, paling tidak transportasi itu tidak akan kita pakai, gaji akan utuh, tunjangan akan utuh, anak-anak sekolah tidak perlu diantar pakai mobil atau ojek, atau tanpa mengeluarkan biaya, karena cukup jalan kaki karena ini smart city, semua fasilitas akan ada," ujar Syafruddin.
Baca: Wujudkan Pengembangan UMKM Yang Tangguh dan Mandiri Melalui Penyaluran Dana Program Kemitraan
Baca: Berani, Menteri Susi Beber Apa yang Harusnya Dilakukan Jokowi, Pakai Kalimat Bila Ingin Selamat
Ia menuturkan, banyak keuntungan yang didapat PNS yang akan pindah, seperti fasilitas perumahan dan transportasi dibuat efektif dan efisien, seperti jarak rumah dan tempat kerja berdekatan.
"Kalau tinggal di Jakarta kan ngontrak di Bekasi harus berangkat jam empat subuh dari Bekasi menuju Jakarta,"
"Kemudian transportasi, mungkin saja di sana karena itu smart city dan green city di sana cukup berjalan 500 meter misalnya, seperti kita lihat di kota-kota Canberra, Den Haag, kemudian di Putrajaya yang terdekat," sambung dia.
Tidak Ada Lahan Prabowo
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil membantah, adanya lahan yang dikuasai Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo yang akan digunakan sebagai lokasi ibu kota baru.
Meskipun ada sebagian kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang akan digunakan, namun ia memastikan, bahwa lahan yang akan digunakan bukanlah milik keduanya.
“Sepanjang yang saya tahu tidak ada nama tersebut di dalam kepemilikan lahan. Bahwa ada HTI yang kena, tapi bukan miliknya. Jadi jangan berpikir dengan pemindahan orang itu dapat keuntungan, tidak ada,” kata Sofyan di kantornya, Selasa (27/8/2019).
Nama Ketua Umum Partai Gerindra dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu sebelumnya disebut aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur Pradarma Rupang, yang menduga adanya kesepakatan politik antara Presiden Joko Widodo dengan keduanya dalam pemindahan ibu kota.
Rupang menyebut, sebagian besar lahan di Kabupaten Penajam Paser Utara, khususnya di Kecamatan Sepaku, dikuasai oleh PT ITCI Hutani Manunggal IKU dan ITCI Kartika Utama.
Kedua perusahaan pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) tersebut diketahui merupakan milik Prabowo dan adiknya, Hashim sebagai komisaris utama.
PT ITCI Kartika Utama mengantongi SK Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IUPHHK) dengan nomor SK.160/Menhut-II/2012.
Dalam dokumen itu, Rupang menyebut, PT ITCI Kartika Utama menguasai izin usaha pemanfaatan hutan seluas 173.395 hektar lahan di Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara dan Kutai Barat.
Dengan demikian, apabila pemerintah ingin mengambil lahan itu untuk dibangun ibu kota, maka harus memberikan kompensasi kepada perusahaan Prabowo dan Hashim.
Meski begitu, Sofyan mengaku, hingga kini belum dapat mengumumkan secara detail lahan mana saja yang hendak digunakan.
Pasalnya, proses Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) saat ini masih berjalan.
“Itu kalau selesai kita akan tahu dari identifikasi, lebih dari 90 persen tanah negara. Kalau dibebaskan hanya (untuk) jalan-jalan saja,” ungkapnya.
Sedangkan untuk kebutuhan lahan proyek infrastruktur sarana dan prasaran lainnya akan dibekukan untuk sementara waktu. Hal itu guna menghindari terjadinya spekulasi harga lahan di lapangan.
“Alhamdulillah saya pikir pembebasan tanah itu engga terlalu, tapi dari kepemilikan engga ada nama-nama itu,” tutup Sofyan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan, lokasi ibu kota baru berada di Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Passer Utara dan Kutai Kartanegara. Ibu kota baru nantinya akan dikembangkan di atas lahan seluas 180 ribu hektar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menteri ATR Bantah Ada Lahan Prabowo Dipakai untuk Ibu Kota Baru"
Tanggapan Istana
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko melihat lahan yang akan dibangun ibu kota baru di Kalimantan Timur, sudah bukan milik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
"Kemarin itu ex ITCI (International Timber Corporation Indonesia), katanya si bukan lagi kepemilikan Prabowo," ujar Moeldoko di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (27/8/2019).
Moeldoko pun memastikan lahan yang akan dibangun ibu kota merupakan tanah yang dimiliki pemerintah, bukan milik Prabowo.
Meski dulunya pernah dikelola oleh pihak swasta yang kini sudah diambil kembali oleh negara.
"Sepertinya begitu (sudah diambil negara), tapi kan ada tahapannya," kata Moeldoko.
Sebelumnya Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam laman pribadinya disway.id menyebut bahwa terdapat lahan miliki Prabowo Subianto di kabupaten yang menjadi ibu kota baru Indonesia.
Menurut Dahlan iskan, ketika masih hutan belantara lahan di Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara itu dikuasai oleh perusahaan asing ITCI (International Timber Corporation Indonesia), yang berpusat di Oregon, AS.
Perusahaan tersebut memiliki hak penebangan hutan yang kayu-kayunya di ekspor ke luar negeri. Kini lahan tersebut tidak dikuasai ITCI lagi melainkan oleh Prabowo Subianto.