Draft Revisi UU KPK: KPK Dapat Melakukan Penyadapan Setelah Diberi Izin Dewan Pengawas
Upaya penyadapan merupakan salah satu poin yang dicantumkan di dalam rancangan revisi Undang-Undang
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya penyadapan merupakan salah satu poin yang dicantumkan di dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 1 ayat 5 RUU KPK menyebutkan mengenai definisi penyadapan.
Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi maupun alat elektronik lainnya.
Pada saat menjalankan tugas, KPK dapat melakukan penyadapan.
Namun pelaksanaan penyadapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
Tugas dan wewenang KPK pada saat melakukan penyadapan terdapat di Pasal 12 RUU KPK.
Baca: Hanya Sedikit yang Tahu Seperti Apa Keseharian Prabowo, Sang Ajudan Mengungkapkannya ke Publik
Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang beberpergian keluar negeri;
b. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang di periksa;
c. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait dengan menyertakan penjelasan secara detail mengenai keterkaitan rekening dimaksud dengan perkara tindak korupsi yang ditangani;
d. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
e. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
f. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan Tindak
Pidana Korupsi yang sedang diperiksa;
g. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian,
penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; dan
h. meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.
Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 12A, Pasal 12B, Pasal 12C, dan Pasal 12D yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12A
Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12B
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.
(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta izin tertulis kepada Dewan Pengawas untuk melakukan Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis terhadap permintaan izin tertulis tersebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak permintaan izin tertulis diajukan.
(4) Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12C
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang sedang berlangsung dilaporkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala.
(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.
Pasal 12D
(1) Hasil Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika.
(3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau barang siapa yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.