Lili Wakili Perempuan, Firli Ingin Manajemen Kuat
Lili berharap kaum perempuan terwakilkan pada komposisi pimpinan KPK periode 2019-2023.Setelah tidak mengabdi untuk LPSK,
Penulis: Reza Deni
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Lili Pintauli Siregar, satu dari 10 nama yang masuk daftar calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, saat ini fokus dan berkonsentrasi untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Lili berharap kaum perempuan terwakilkan pada komposisi pimpinan KPK periode 2019-2023.
Lili Pintauli Siregar mengaku saat ini sedang menyiapkan dirinya untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan. Dia menyiapkan fisik dan mendalami berbagai materi. Menurutnya apa yang dia lakukan saat ini persis seperti saat dirinya mendaftar untuk menjadi pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Karena sekarang tidak berkantor di LPSK, saya bisa lebih fokus dan konsentrasi untuk fit and proper test," ujar Lili kepada Tribun Network, Rabu (4/9/2019).
Baca: Gubernur Maluku Murad Ismail Nyatakan Perang, Utusan Menteri Susi Pudjiastuti Justru Nilai Positif
Lili berharap komposisi pimpinan KPK nanti kembali mewakili perempuan. Pada komposisi pimpinan KPK saat ini ada Basaria Panjaitan, satu-satunya perempuan. Namun demikian, Lili tahu tidak ada aturan secara spesifik soal gender dalam struktur pimpinan KPK.
"Saya berharap ada generasi penerus perempuan karena ada program-program pencegahan yang berhubungan dengan perempuan dan anak yang bisa ditindaklanjuti dari generasi yang sekarang. Alangkah baiknya jika komposisi nanti seperti periode yang kemarin," kata Lili.
Baca: Waduh, Beberapa Capim KPK Dinilai Berpotensi Hambat Pemberantasan Korupsi
Lili pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 dan 2013-2018. Setelah tidak mengabdi untuk LPSK, Lili kini mengurus kantor konsultan hukum.
Baca: Hari Ini, DPR RI Bahas Revisi UU KPK
Sementara itu, mantan ajudan Wapres Boediono yang kini menjabat sebagai Kapolda Sumsel juga, salah satu dari 10 capim KPK yang namanya diserahkan ke DPR. “Pimpinan KPK yang mendatang harus memiliki manajemen yang kuat, kemampuan dan keberanian untuk melakukan perubahan,” kata Irjen Firli yang tak lain mantan Deputi bidang Penindakan KPK ini.
“Saya ikuti semua proses seleksi. Tak ada yang berbeda. Semua calon memiliki kesempatan, hak dan kewajiban yang sama. Tidak ada satupun calon yang memperoleh hak privilage apalagi karpet merah,” katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo terkait daftar 10 calon pimpinan KPK. Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menuturkan surat tersebut diterima pada Rabu (4/9/2019) siang. Selanjutnya surat itu dibahas di Badan Musyawarah pada Rabu sore untuk dibacakan hari ini, Kamis (5/9/2019).
Setelah rapat paripurna. Komisi III DPR akan merapatkan jadwal uji kepatutan dan kelayakan. Indra Iskandar memastikan uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK akan dilakukan oleh anggota DPR periode 2014-2019.
Baca: Fraksi Gerindra DPR Bakal Catat Keraguan Publik soal 10 Capim KPK
"Fit and proper test segera dilakukan oleh anggota DPR periode sekarang karena nanti Oktober sudah anggota baru. Pasti selesai," ujar Indra di sela-sela Forum Parlemen Dunia di Bali, Rabu (4/9/2019) kemarin.
Meski nama-nama calon pimpinan KPK telah diserahkan oleh Presiden kepada DPR, masih banyak publik yang tidak setuju terhadap daftar itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan selama ini pemerintah telah bekerja berdasarkan sistem dan undang-undang dalam memilih calon pimpinan KPK.
"Kalau UU mengatakan dibentuk panitia seleksi secara independen, kita bentuk pansel independen yang tidak ada orang pemerintahan di sana," ujar Jusuf Kalla.
Baca: Paripurna DPR RI Sepakati Revisi UU KPK untuk Dibahas Bersama Pemerintah
Menurut Jusuf Kalla adalah hal yang biasa jika ada pihak yang senang dan tidak senang atas daftar calon pimpinan KPK. Jusuf Kalla menegaskan keputusan soal siapa saja orang yang akan memimpin KPK berada di tangan DPR.
"Pada akhirnya DPR yang menentukan. Kalau mau lobi, ya lobi DPR. Itu aturan yang harus kita taati. DPR memilih lima dari 10," katanya.