Puan Soal Posisi Menko Perlu Dikaji: Boleh Saja, Tapi . . .
Puan menilai, sudah seharusnya presiden dan wakil presiden di bantu menteri koordinator dalam mengkoordinasikan kementerian yang ada.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
![Puan Soal Posisi Menko Perlu Dikaji: Boleh Saja, Tapi . . .](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/puan-maharani-nihye3.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordintor Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharahi menanggapi pernyataan pakar hukum tata negara dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-6 merekomendasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkaji efektivitas Menteri Koordinator atau Menko dalam kabinet.
Menurut Puan, hal itu silakan saja selama ada kajian tersebut.
"Ya boleh saja," kata Puan saat ditemui di gedung Lemhannas, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).
Lebih lanjut, Puan berbicara tentang pelaksanaan tata negara.
Puan menilai, sudah seharusnya presiden dan wakil presiden di bantu menteri koordinator dalam mengkoordinasikan kementerian yang ada.
Baca: Reaksi Hotman Paris Dengar Kabar Laporan Elza Syarief Ditolak Polisi soal Aksi Labrak Nikita Mirzani
"Namun, kan di dalam pelaksanaan tata negara, sudah seyogyanya kalau Presiden dan Wapres itu dibantu oleh Menteri Koordinator untuk mengkoordinasikan kementerian yang ada di bawahnya," ujar Puan.
Ia pun tidak ingin berandai-andai jika nantinya jabatan menko akan ditiadakan.
Ia menegasakan, hal itu bisa dikaji terlebih dahulu.
"Ya dikaji dulu saja. Belum dikaji," jelas Puan.
Sebelumnya, Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN) ke-6 menghasilkan sejumlah rekomendasi, di antaranya agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkaji kembali efektivitas Menteri Koordinator atau Menko.
Presiden disebut tidak memiliki keharusan untuk mempertahankan Kementerian Koordinator.
"Efektif atau tidaknya tergantung Menko-nya. Jadi waktu kemarin di diskusi berdebat juga ini, misalnya Menko A kurang efektif, Menko B efektif betul, Menko C terlalu efektif. Nah jadi yang kami lihat adalah ternyata dalam Undang-Undang Kementerian Negara dibilangnya 'dapat'. Jadi sebenarnya boleh ada boleh nggak," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.