Soal Revisi UU KPK, ICW: Apa Substansi Dalam Revisi Tersebut?
Ia mempertanyakan perihal substansi yang coba disampaikan dalam revisi tersebut. Pasalnya, perlu ada penegasan apakah revisi itu perlu dilakukan atau
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satria Langkun, menyoroti perihal revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ramai di masyarakat.
Ia mempertanyakan perihal substansi yang coba disampaikan dalam revisi tersebut. Pasalnya, perlu ada penegasan apakah revisi itu perlu dilakukan atau hanya sekedar sebagai evaluasi kinerja.
"Apa sebetulnya substansi yang disampaikan dalam revisi tersebut. Apakah itu memang betul-betul harus direvisi, atau jangan-jangan itu adalah evaluasi yang perlu disampaikan pada kinerja individu," ujar Tama, dalam diskusi 'Perspektif Indonesia: KPK dan Revisi Undang-undangnya', di Gado-gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).
Ia menyebut sebenarnya rencana revisi ini sudah muncul dan tercatat sejak 2010. Itu dilakukan atas inisiatif oleh Presiden maupun DPR.
Baca: Sri Bintang Pamungkas Berencana Gagalkan Pelantikan Jokowi, Fadli Zon: Kita Ikuti Aturan Main
"Kalau dari prosesnya, kalau bicara soal revisi UU KPK, kami catat sejak dari tahun 2010, ada yang inisiatif dari Presiden dan DPR itu selalu bergantian," ucapnya.
Di sisi lain, Tama juga menyoroti perihal ketidaktahuan masyarakat terkait pandangan fraksi DPR dalam pembahasan revisi ini.
Pasalnya, kata dia, pandangan fraksi disampaikan secara tertulis dan rapat paripurna terkait pembahasan revisi UU KPK hanya berlangsung 20 menit saja.
"Mungkin nanti bisa dijelaskan, karena kami tidak mendengar soal pandangan-pandangan fraksi pada saat paripurna. Mulai pukul 11.00 WIB selesai pukul 11.20 WIB, hanya 20 menit," tandasnya.