Melatih Angkatan Kerja Bersaing di Era Revolusi Industri 4.0, Pemerintah Siapkan Rp 10 Triliun
Pemerintah mempersiapkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk dapat bersaing di era Revolusi Industri 4.0.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mempersiapkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk dapat bersaing di era Revolusi Industri 4.0. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 10 triliun untuk melatih angkatan kerja.
"Melatih angkatan kerja agar memiliki kompetensi dan bisa masuk ke pasar kerja, atau bisa memulai wirausaha,” kata Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, saat menjadi pembicara di Seminar pra-Munas KAGAMA di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (7/9/2019).
Nantinya, setelah mendapatkan pelatihan, pemerintah akan membuat tenaga kerja diserap pasar kerja. Untuk itu, pihaknya mendorong peningkatan mutu pelatihan vokasi.
Hal itu ditempuh dengan melibatkan industri untuk menyusun standar kompetensi program dan kurikulum pelatihan.
Dia menjelaskan, di bidang kurikulum, pemerintah menggodok penyempurnaan komposisi skill seperti technical skill, soft skill, dan digital skill.
Baca: Elza Syarief Lapor Jokowi Gara-gara Dilabrak Nikita Mirzani, Hotman Paris: Aduh Gimana Lawan Saya?
Baca: Diduga Bunuh Diri, Jenazah Brigpol Dewa Gede Alit Wirayuda Dikremasi Hari Ini
"Kami melakukan reorientasi kejuruan dan program pelatihan disesuaikan potensi daerah, dan mendorong kerja sama dengan industri dalam penyelenggaraan pelatihan vokasi," kata dia.
Namun, kata dia, ada sejumlah masalah dan tantangan yang harus dipahami bersama secara jernih menyangkut isu pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Menurut dia, daya saing SDM atau tenaga kerja Indonesia relatif rendah.
Hal itu berpangkal dari luaran pendidikan formal yang belum siap kerja, kualitas SDM didominasi lulusan berpendidikan rendah, kesenjangan SDM tidak merata, produktivitas masih rendah, dam pihak industri belum berpihak pada tenaga kerja yang ada.
Di sisi lain, limpahan bonus demografi tahun 2025-2035 diperkirakan sebanyak 70 persen berasal dari usia produktif dan 30 persen berusia muda, antara 15-35 tahun.
"Kuncinya untuk mengelola bonus demografi adalah kesehatan, pendidikan dan pelatihan vokasi, dan iklim ketenagakerjaan. Inovasi titik letaknya ada pada manusia," tambahnya.
Sebelumnya, KAGAMA menggelar seminar Pra-Munas yang kedua akan digelar di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Sabtu (7/9/2019).
Seminar kali ini bertajuk “Ketenagakerjaan dan Sumber Daya Manusia Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0”.
Baca: 8 Tempat Wisata Gratis di Malang untuk Liburan Akhir Pekan
Baca: Kini Sudah Menikah dengan Irwan Mussry, Maia Estianty Beri Tips Jodoh untuk Para Jomblo
Seminar tersebut akan dihadiri Menteri Ketenagakerjaan RI Muhammad Hanif Dhakiri sebagai keynote speaker, dan empat pembicara masing-masing adalah: Sukamdi, dosen Fakultas Geografi UGM; Bambang Satrio Lelono, Dirjen Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas, Kementerian Ketenagakerjaan; Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE; dan Aji Erlangga Martawireja, Pengirim Pemagangan ke Jepang.
Seminar Nasional juga akan menghadirkan dua pembahas yaitu Diahhadi Setyonaluri dari Lembaga Demografi FEB UI dan Agustina Murbaningsih, Deputi Kemaritiman Sekretariat Kabinet.
Seminar ini merupakan rangkaian Seminar Nasional di lima kota lima pulau (Medan, Balikpapan, Semarang, Manado, dan Bali) untuk menyambut Munas XIII KAGAMA yang dilaksanakan di Bali pada tanggal 15-17 November 2019.
Pada MUNAS tersebut, Presiden Joko Widodo, alumnus Fakultas Kehutanan UGM dijadwalkan hadir dan membuka acara munas secara resmi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.