Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Yang Menolak dan Mendukung Revisi UU KPK

Dalam arti pengeluaran KPK jauh lebih tinggi daripada pemasukannya. OTT terus duit rakyat diobral kemana-mana,” tegas aktivis ini.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Yang Menolak dan Mendukung Revisi UU KPK
Net
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Ketua Presidium Jaringan aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) -Willy Prakarsa setuju terkait rencana adanya revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai, KPK selama ini masih gagal dalam melakukan misinya menggerus korupsi di tanah air.

Menurutnya, sudah saatnya lembaga antirasuah itu mendapatkan pengawasan guna memperbaiki kinerja KPK yang bobrok, sembrono dan semakin kebablasan. “OTT berkali-kali ini bukti KPK telah gagal karena korupsi masih ada. KPK gagal total melakukan pencegahan. Padahal fungsi pencegahan itu harus diutamakan," kata Willy, Selasa (10/9/2019).

Baca: “Mari Bergerak Kawan!” Motivasi dan Jati Diri Seorang Denny Frust

Dewan pengawas adalah salah satu dari enam poin yang diajukan DPR dalam revisi UU KPK tersebut. Willypun setuju dengan dimasukkannya dewan pengawas agar kinerja KPK untuk dapat menyelamatkan uang negara bisa dilakukan secara optimal. Bahkan aktivis ini menyatakan UU KPK bukalah kitab suci jadi sah jika direvisi. “UUD45 saja bisa diamandemenkan, kenapa UU KPK tidak,” katanya lagi.

Aktivis ini bahkan penuding, OTT yang menjadi kebanggaan lembaga antirasuah itu sebagai pemborosan terhadap uang rakyat. Pemasukan yang didapatkan dari Operasi Tangkap Tangan tersebut tidak sebanding dengan biaya operasi yang dilakukan untuk OTT tersebut.

Baca: Tak Terima Atas Pemberitaan yang Dianggap Menyudutkannya, Livi Zheng Mengadu ke Dewan Pers

“KPK bisa diibaratkan “besar pasak daripada tiang”. Dalam arti pengeluaran KPK jauh lebih tinggi daripada pemasukannya. OTT terus duit rakyat diobral kemana-mana,” tegas aktivis ini.

Aktivis Jari Willy
Ketua Presidium Jaringan aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) -Willy Prakarsa

Willy menyarankankan agar dana KPK yang didapat dari duit rakyat itu bisa dialokasikan untuk hal positif untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kegiatan penyelamatan uang negara yang sedikit namun menghabiskan berkali lipat uang negara.

Sementara pengamat Hukum C Suhadi menjelaskan ada tiga alasan mendasar publik untuk menolak revisi UU KPK. Salah satunya jika revisi megatur adanya kebijakan SP3, mengatur kewenangan penyadapan, hingga batas nilai korupsi yang bisa ditangani harus rugikan negara lebih dari Rp 1 miliar.

Berita Rekomendasi

"Sebelum menentukan status tersangkanya, KPK terlebih dahulu melakukan penyelidikan. Jadi tidak gegabah langsung menetapkan tersangka, kecuali tertangkap tangan," ujar Suhadi dalam keterangan tertulis hari ini
"Kalau ada SP3 miris," imbuhnya.

Baca: KPK Bongkar Korupsi di Sektor Migas, Tersangka Diumumkan Siang Nanti

Soal penyadapan, Suhadi menilai DPR tak perlu membatasi KPK dalam aktivitas tersebut dengan menyerahkan kewenangan persetujuannya ke lembaga lain di luar KPK. Apalagi, tak menutup kemungkinan orang-orang yang masuk dalam badan pengawas malah punya kepentingan lain.

Menurutnya hal ini bisa berdampak pada tidak maksimalnya kinerja KPK. Karena sama saja mengintervensi independensi lembaga antirasuah itu.

"Kebebasan kerja KPK sudah pasti tidak maksimal, karena ada pihak lain yang mengatur atau cawe-cawe yang selama ini menjadi independensi KPK. Sehingga lambat atau cepat lembaga ini tidak bergigi lagi sebagai lembaga antirasuah," ujar Suhadi.

Baca: Cekcok dengan Nikita Mirzani di Media Sosial Bela Elza Syarief, Poppy Kelly Ternyata Tak Diakui Anak

Sedangkan soal pembatasan nilai kasus korupsi yang bisa ditangani KPK hanya di atas Rp 1 miliar, Suhadi menilai hal tersebut tidak tepat. Sebab terkadang KPK memiliki informasi terbatas sehingga hanya menjerat pelaku korupsi ratusan juta.

Tapi, bisa jadi kasus yang dianggap receh, justru menuntun KPK mengungkap aktivitas korupsi yang rugikan negara lebih besar.

Lanjut kata Suhadi, bila alasan perubahan UU KPK dilakukan demi mengeliminasi kelompok tertentu di internal KPK yang menyalahgunakan kekuasaan, maka semestinya orang-orang tersebut yang diganti. Bukan malah merusak regulasi KPK yang dianggap sudah baik. "Jangan rumahnya yang diganti namun orang-orangnya yang harus dibenahi," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas