Menteri LHK Minta Malaysia Harus Obyektif Melihat Kabut Asap
Siti minta Pemerintah Malaysia membuka informasi yang sebenar-benarnya terkait kabut asap ini.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya meminta pihak Malaysia lebih obyektif melihat soal kabut asap dan asal protes dan menutupi informasi.
Dirinya akan mengirimkan nota protes kepada Pemerintah Malaysia dan juga ke Kedubes Malaysia di Jakarta terkait kabut asap yang terjadi di Serawak, Malaysia akibat dari kebakaran di Kalimantan.
Padahal, lanjut dia, tidak semua kabut asap berasal dari wilayah Indonesia.
"Saya akan menulis surat kepada Dubes Malaysia di Jakarta untuk diteruskan kepada Menterinya. Jadi, saya kira supaya yang betul datanya. Karena apa? karena pemerintah Indonesia betul-betul secara sistematis mencoba menyelesaikan ini dengan sebaik-baiknya," kata Siti di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/9).
Siti Nurbaya minta Pemerintah Malaysia membuka informasi yang sebenar-benarnya terkait kabut asap ini.
"Ada informasi yang dia tidak buka. Karena sebetulnya asap yang masuk ke Malaysia, ke Kuala Lumpur, itu dari Serawak kemudian dari Semenanjung Malaya, dan juga mungkin sebagian dari Kalbar. Oleh karena itu seharusnya obyektif menjelaskannya," tutur Siti.
Terkait asap ini, Siti juga menyayangkan sikap Singapura bahwa ada asap dari Riau menuju Singapura.
Padahal, kata Siti Nurbaya, titik api atau hotspot di Riau sudah turun. "Engga benar, ada dari Riau nyeberang ke Singapura. Itu ngga benar. Kenapa? di Riau sudah turun (hotspot). Kita punya 46 helikopter yang bekerja di lapangan," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Siti mengatakan bahwa saat ini sudah tidak ada Transboundary Haze (asap lintas negara).
Menurut dia, puncak asap tertinggi terjadi pada tanggal 8 September pagi, namun hal itu hanya terjadi satu jam karena angin bergerak ke arah Barat Laut.
"Dari Kalimantan dan Serawak, Kalbar, Serawak dan Semenanjung Malaysia. Jadi jangan bilang hanya dari Indonesia gitu lho. Barangkali Kalbar kan sudah kelihatan seperti apa," kata Siti sambil memperlihatkan gambar terkait sebaran asap.
Ia menjelaskan, bahwa dirinya sudah melaporkan kepada Presiden Jokowi, Menkopolhukam Wiranto terkait ha ini. Bahkan, pihaknya sudah melakukan briefing dengan BMKG.
"Kita sudah punya pola sistematis. Monitoring dilakukan. Pemadaman oleh Manggala Agni, Polri, TNI, masyarakat semua dilakukan. Terus pesawat ada 46 sekarang. 17 di Riau dan 11 di Sumsel, dan 7 masing-masing di Kalteng dan Kalbar. Sebetulnya langkah dilakukan terus. Memang fluktuatif. Tidak mudah, mudah-mudahan makin baik," tutup Siti Nurbaya.
Berasal dari Local Hot Spot
Sementara itu Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Dwikorita Karnawati menegaskan, berdasarkan pengamatan citra satelit Himawari-8 dan Geohotspot BMKG, asap yang terdeteksi di Semenjung Malaysia tanggal 5 – 7 September 2019 berasal dari local hotspot.
“Berdasarkan analisis citra satelit Sentinel yang didukung dengan satelit Himawari-8, akumulasi CO (gas karbon monoksida) perairan Laut Cina Selatan, diperkirakan berasal dari hotspot di Serawak, Semenanjung Malaysia, dan Kalimantan Barat,” kata Dwikorota dalam keterangan pers di Kantor Kementerian LHK, Selasa (10/9)
Dalam penjelasnnya, Dwikorita menjelaskan, berdasarkan pengamatan Citra Satelit Himawari, teridentifikasi adanya peningkatan jumlah titik-titik panas secara mencolok di beberapa wilayah ASEAN, terutama di wilayah Semenanjung Malaysia dan sebagian Vietnam dari tanggal 4 ke tanggal 5 September 2019.
Namun katanya, terlihat terjadi penurunan jumlah titik-titik panas pada tanggal tersebut di wilayah Riau (dekat perbatasan Malaysia) dikarenakan terjadi hujan di Riau dengan curah hujan sebesar 23 milimeter. Arah angin pada saat itu di wilayah perbatasan Riau dengan Semenanjung Malaysia dari Tenggara ke Barat Laut dengan kecepatan 5 hingga 10 knots.
Menurut Dwikorita, berdasarkan pengamatanBMKG, terjadi lonjakan jumlah titik-titik panas pada tanggal 6 September 2019 di wilayah Riau, Semenanjung Malaysia dan Vietnam. Lonjakan jumlah hotspot semakin terlihat hampir merata di wilayah Semenanjung Malaysia pada tanggal 7 September 2019, meningkat secara signifikan dari 1038 titik panas pada tanggal 6 menjadi 1423 titik panas pada tanggal 7 September 2019. Sementara itu di wilayah Riau dan perbatasan Sumatera Timur dengan Malaysia terjadi penurunan jumlah titik panas secara signifikan, dari 860 titik panas pada 6 September menjadi 544 titik panas pada tanggal 7 September 2019.
“Asap di Sumatera (Riau) tidak terdeteksi melintasi Selat Malaka karena terhalang oleh angina kencang dan dominan di Selat Malaka yang bergerak dari arah Tenggara ke Barat Laut,” kata Dwikorita. (*)