Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Habibie di Penghujung Kekuasaan Soeharto:Tak Pernah Bisa Lagi Bertemu Sang Presiden

Beberapa saat kemudian, Ketua Mahkamah Agung, Sarwata SH, dan para anggota Mahkamah Agung , datang. Kemudian para pimpinan DPR/MPR giliran datang.

Penulis: Febby Mahendra
Editor: Rachmat Hidayat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-BJ Habibie gagal melaporkan hasil sidang ad hoc terbatas Kabinet Pembangunan VII kepada Presiden Soeharto, pada 20 Mei 1998 malam, melalui sambungan telepon.

"Sangat saya sayangkan bahwa Pak Harto ketika itu tidak berkenan berbicara dengan saya," kata Habibie dalam buku Detik-detik yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, terbitan THC Mandiri.

Soeharto hanya menugaskan Menteri Sekretaris Negara Saadilah Mursyid untuk menyampaikan keputusan, esok harinya, pukul 10.00, ia akan mundur sebagai presiden.

Baca: Kisah Habibie di Penghujung Kekuasaan Soeharto: Terima Telepon Mengejutkan dari Menko Ginandjar

Sesuai UUD 1945, Soeharto berniat menyerahkan kekuasaan dan tanggung jawab kepada Habibie sebagai Wakil Presiden RI, di Istana Merdeka."Saya sangat terkejut dan meminta agar segera dapat berbicara dengan Pak Harto.

Baca: Kisah Habibie di Penghujung Kekuasaan Soeharto: Debat Keras Soal Manteri Kabinet Reformasi

Permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan. Ajudan Presiden menyatakan akan diusahakan pertemuan empat mata dengan Pak Harto di Cendana besok pagi sebelum ke Istana Merdeka," ujar Habibie.

Setelah pembicaraan melalui telepon dengan Saadilah Mursyid selesai, Habibie kembali ke pendopo untuk menjelaskan informasi itu kepada para menteri yang hadir saat itu. Semua terkejut mendengar berita tersebut.

Setelah rapat bubar, Habibie masuk ruang kerja dan memantau perkembangan gerakan masyarakat, khususnya di Jakarta, dan reaksi luar negeri terhadap situasi di Indonesia yang terus memanas.

Berita Rekomendasi

Ajudan yang bertugas, Kolonel (AL) Djuhana melaporkan Panglima ABRI Jenderal Wiranto mohon waktu untuk bertemu. Habibie saat itu belum bersedia menerima siapapun.

Habibie terus asyik di ruang kerjanya sampai terdengar suara dari ruangan yang gelap, "Pak Habibie, sudah hampir pukul 04.00, Bapak belum tidur dan belum beristirahat, sementara acara Bapak sudah mulai pukul 07.00. Mohon Bapak beristirahat sejenak."

Ruangannya sangat gelap, karena tidak ada lampu yang menyala kecuali sinar monitor komputer."Siapa yang berbicara," tanya Habibie. "Siap, Kolonel Hasanuddin, ADC (ajudan) Bapak," sambil menyinari wajahnya dengan lampu senter.

"Mengapa Kolonel belum tidur," kata Habibie. "Siap, lagi dinas dan mohon Bapak istirahat sejenak," jawab Hasanuddin. Setelah satu jam tidur, Habibie bangun untuk salat subuh, kemudian mandi dan kembali ruang kerja untuk memantau pergerakan massa melalui internet dan siaran televisi.

Sekira pukul 06.45 WIB, ajudan Kolonel (Udara) Iwan Sidi masuk ke ruangan dan melaporkan Pangab Jenderal TNI Wiranto sudah siap menunggu di ruang tamu.

Baca: Cara Hotman Paris Kenang BJ Habibie, Soroti Omongan Suami Ainun Tidak Takut Mati, Banjir Doa

Dalam pertemuan pukul 06.50-07.25 itu Jenderal Wiranto melaporkan keadaan di lapangan yang tidak menentu dan gerakan-gerakan demo yang terus meningkat.

Kemudian Habibie bersiap meluncur ke Jl Cendana, berharap mendapatkan penjelasan dan jawaban mengenai mengapa semua ini terjadi. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas