Profil Ketua KPK Terpilih, Firli Bahuri, Awal Karier hingga Kasus Korupsi yang Pernah Ditangani
Irjen Firli Bahuri yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penulis: Daryono
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Irjen Firli Bahuri yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Firli ditetapkan sebagai Ketua KPK dalam rapat pleno Komisi III DPR RI, Jumat (13/9/2019) dini hari.
Firli akan memimpin KPK periode 2019-2023 bersama empat komisioner KPK baru lainnya yakni Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Lili Pintouli Siregar.
Terpilihnya Firli sebagai Ketua KPK menuai pro kontra.
Berikut profil Firli dari awal karier hingga kini ditetapkan sebagai Ketua KPK.
Karier di Kepolisian
Firli lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 7 November 1963.
Ia pertama kali menjadi anggota Polri sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990.
Firli kemudian masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1997.

Pada 2001, Firli menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
Kariernya berlanjut dengan ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006.
Selanjutnya dua kali berturut turut menjadi Kapolres, yakni Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 saat pangkatnya masih AKBP.
Karirnya semakin moncer ketika ditarik ke ibu kota menjadi Wakapolres Metro Jakarta Pusat, tahun 2009 lalu.
Pernah Menjadi Aspri SBY hingga Ajudan Wapres Boediono
Kepercayaan terus mengalir pada Firli.
Ia didapuk menjadi Asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010.
Keluar dari Istana, Firli lantas memegang jabatan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng tahun 2011.
Firli kembali ke Istana dan kali ini menjadi ajudan Wapres RI tahun 2012, saat itu Boediono.

Dengan pangkat komisaris besar, membawanya Firli menjabat Wakapolda Banten tahun 2014.
Firli juga sempat mendapat promosi Brigjen Pol saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Masuk ke Gedung KPK
Usai menjabat Kapolda NTB, Firli berkarier di Gedung KPK.
Ia dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Saat di KPK, Firli masih berpangkat Brigjen Pol, pada April 2018 lalu.
Tak berselang lama, kenaikan pangkat pun diterimanya menjadi bintang dua (Irjen).
Diangkatnya Firli sebagai Deputi Penindakan KPK pun sempat mengundang tanya.

Sebab, Firli merupakan bekas ajudan mantan Wakil Presiden Boediono yang sempat tersandung beberapa kasus dugaan korupsi.
Selama kurang lebih setahun di KPK, Firli kemudian ditarik kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menjelaskan, penarikan itu dilakukan lantaran Firli telah mendapat jabatan baru di Korps Bhayangkara.
Ternyata, Firli didapuk menjadi Kapolda Sumatera Selatan, jabatan yang ia emban hingga saat ini.
Kasus Korupsi yang Pernah Ditangani
Penyidik terbaik Polri ini pernah mengungkapkan kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
Saat itu, Firli masih berpangkat AKBP merupakan mantan anggota tim independen Polri mengungkap kasus mafia pajak tersebut.
Kala menjadi Kapolda NTB ini pun memimpin Polda NTB sedang menyelesaikan kasus dugaan korupsi perekrutan CPNS K2 Dompu dengan tersangka Bupati Dompu H Bambang Yasin (HBY).
Sepanjang jenjang kariernya, ia telah mengungkap ratusan kasus korupsi baik di Jawa Tengah, Banten, maupun Jakarta.
Kontroversi
Sosok Firli tak lepas dari kontroversi.
Setelah terpilih sebagai Ketua KPK, ia mendapat penolakan dari pegawai KPK.
Di KPK, Firli juga disebut melakukan pelanggaran etik berat.
Sebelum Firli terpilih sebagai ketua, KPK sempat menyatakan Firli telah melakukan pelanggaran etik berat.
Hal itu disampaikan oleh penasihat KPK Muhammad Tsani Annafari setelah melakukan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019) dikutip dari Kompas.com.
(Baca selengkapnya: Perjalanan Irjen Firli, dari Dinyatakan Lakukan Pelanggaran Etik Berat hingga Terpilih sebagai Ketua KPK)
Ada tiga peristiwa yang membuat Firli dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.
Yang pertama, KPK mencatat, FIrli bertemu mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 hingga 13 Mei 2018 lalu.

Lalu yang kedua, KPK mencatat Firli pernah menjemput secara langsung seorang saksi yang akan diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.
Terakhir, KPK mencatat Firli pernah bertatap muka dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Tidak hanya memiliki catatan tersebut saja, Tsani mengatakan, KPK memiliki bukti-bukti pelanggaran etik Firli berupa foto serta video yang diperoleh dari para saksi.
Kendati demikian, Tsani tidak mau menunjukkan bukti-bukti tersebut.
"Karena ini kasus etik, pembuktiannya pun kita lebih ke arah materil. Substansi video itu tanpa harus Anda saksikan sudah kita kuatkan di sini," ujar Tsani.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Dandy Bayu Bramasta)