MAKI Masih Percaya KPK Bisa Lanjutkan Kasus Century Meski KPK Diterpa Polemik
Komaryono masih percaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melanjutkan kasus korupsi Bank Century
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Komaryono masih percaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melanjutkan kasus korupsi Bank Century meski lembaga antirasuah tersebut tengah menghadapi polemik terkait Revisi UU KPK dan Pimpinan KPK.
Komaryono mengatakan hal itu termasuk kepercayaannya bahwa KPK bisa menjalankan keputusan praperadilan yang menyatakan agar KPK menetapkan Boediono dan sejumlah orang lainnya yang disebut dalam putusan Nomor 24/Pid.Pra/2018/PN.JKT.SEL.
Meski begitu, Komaryono yang kembali mengajukan permohonan praperadilan yang pada pokoknya meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memerintahkan KPK menjalankan putusan praperadilan tersebut, menjelaskan bahwa polemik yang saat ini menerpa KPK substansinya berbeda dengan permohonan praperadilan yang diajukannya.
"Pada prinsipnya ini substansinya berbeda. Ini substansi berkaitan dengan masalah eksistensi KPK dan kinerja professional KPK. Sangat berbeda sekali. Jadi sampai sekarang kami sendiri masih percaya pada KPK, KPK akan bisa jika berniat dan bersungguh-sungguh untuk melakukan putusan itu. Polemik itu tidak mempengaruhi kepercayaan kami kepada KPK," kata Komaryono usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (16/9/2019).
Baca: Inilah Mereka yang Menahun Sandang Status Tersangka di KPK
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana permohonan praperadilan Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus korupsi Bank Century dengan termohon antara lain Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Indonesia, Bareskrim Polri, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (16/9/2019) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sidang tersebut dihadiri oleh kuasa hukum seluruh pihak.
Dalam sidang tersebut seluruh pihak juga sepakat agar permohonan praperadilan tidak dibacakan.
Dalam berkas salinan permohonan yang diterima usai sidang, diketahui sejumlah alasan yang mendasari permohonan pemeriksaan praperadilan tersebut antara lain adalah amar Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt. Selpoin 2.
Berikut bunyi amar putusan tersebut:
"Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat".
Kemudian termuat juga bahwa Budi Mulya telah mengajukan diri sebagai Justice Collaborator ( pelaku yang bekerjasama) sehingga menurut MAKI semestinya KPK lebih mudah untuk melakukan penyidikan lanjutan atas perkara korupsi Bank Century pasca Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel.
Namun menurut MAKI kenyataannya hingga kini Termohon belum melakukan Penyidikan perkara korupsi Bank Century.
Dalam permohonan itu juga termuat bahwa pasca Putusan Praper 24/2018 PN Jaksel, Termohon telak melakukan Penyilidikan baru atas korupsi Bank Century berupa memeriksa Boediono dan Muliaman Hadad.
Namun menurut MAKI hingga kini belum ditingkatkan penyidikan padahal telah terpenuhi minimal dua alat bukti berupa saksi-saksi, dokumen-dokumen dan keterangan ahli keuangan/kerugian negara dalam bentuk audit Perhitungan Kerugian Negara BPK .
Menurut MAKI penyelidikan yang telah selesai dan telah ditemukan minimal dua alat bukti seharusnya dilanjutkan penyidikan, namun hal itu tidak dilakukan Penyidikan sehingga MAKI memaknai hal tersebut sebagai telah dilakukan Penghentian Penyidikan.
Selanjutnya, dalam permohonan juga termuat bahwa terdapat pernyataan Pimpinan KPK yang intinya merasa tidak mampu melanjutkan Penyidikan Korupsi Bank Century dan tidak menemukan mens rea (niat jahat) dari korupsi bank Century pasca putusan Budi Mulya incracht.
MAKI menilai dengan pernyataan tersebut menunjukkan KPK tidak mau dan tidak mampu melanjutkan Penyidikan Korupsi Bank Century meskipun telah diperintah Hakim Praperadilan.
Bahkan menurut MAKI, KPK berdalih sulit mencari bukti, padahal putusan Budi Mulya sudah menggambarkan begitu banyak bukti-bukti korupsi Bank Century.
Termuat juga dalam permohonan tersebut bahwa sampai saat ini Termohon (KPK) belum melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA).
Sehingga menurut MAKI haruslah dimaknai Termohon (KPK) melawan, tidak patuh atau setidak-tidaknya abai perintah Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel.
MAKI juga mengajukan tiga petitum dalam permohonan tersebut.
Pertama meminta hakim menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya.
Kedua menyatakan KPK tidak menjalankan perintah Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel dalam bentuk tidak melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk.
Ketiga memerintahkan KPK melimpahkan penanganan perkara korupsi Bank Century kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk dilanjutkan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Keempat memerintahkan para turut termohon yakni Bareskrim Polri, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mematuhi Putusan Praperadilan dalam bentuk menerima pelimpahan penanganan perkara korupsi Bank Century untuk dilanjutkan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Usai sidang, Deputi MAKI Komaryono mengatakan, selama proses penangan perkara pasca putusan praperadilan ia mengaku belum menerima surat pemberitahuan proses penanganan perkara sehingga belum tahu secara rinci mengenai progres perkara tersebut.
"Belum sampai sekarang belum terima istilahnya surat pemberitahuan. Hanya alasan-alasan penyelidikannya, itu saja," kata Komaryono.
Ia pun mengatakan terakhir berkordinasi dengan KPK sekira dua bulan lalu mengenai hal tersebut.
"Belum lama. Kurang lebih kira-kira dua bulan," kata Komaryono.