DPR Gelar Rapat Paripurna soal Revisi Undang-undang KPK Hari ini
DPR terus menggenjot revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
Kedua, terkait pembentukan Dewan Pengawas. Lalu ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.
Keempat, mekanisme penerbitan SP3 oleh KPK.
Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan.
Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.
Tujuh poin kesepakatan pemerintah dan DPR tersebut kemudian diterima secara utuh oleh tujuh Fraksi DPR, diantaranya Fraksi PDI, Golkar, NasDem, PKB, PPP, PAN, dan Hanura.
Dua Fraksi yakni Gerindra dan PKS menerima dengan catatan, yakni soal Dewan Pengawas KPK. Sementara itu satu Fraksi lainnya yakni Demokrat belum memberikan tanggapannya.
"Sehingga tujuh fraksi menerima itu secara utuh. Jadi itulah dinamika yang terjadi dalam rapat kerja semalam, bahwa fraksi partai Gerindra dengan fraksi partai keadilan sejahtera belum bisa menerima secara utuh menyangkut revisi UU KPK ini karena berkaitan dengan mekanisme pemilihan dari dewan pengawas," ujar Supratman, Selasa (17/9/2019).
Baca: Ganda Putra Indonesia Melaju ke Babak Kedua China Open 2019
Baca: Anjing Bima Aryo yang Serang ART Diserahkan ke Unit K9
7 Point
Pembahasan revisi Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan mulus.
DPR dan Pemerintah menyepakati tujuh perubahan dalam revisi UU KPK.
Kesepakatan diambil dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan tingkat I antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah.
Dalam rapat itu, pemerintah diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin.
Saat ini, revisi UU KPK tinggal menunggu dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk kemudian disahkan menjadi UU KPK.
1. Tujuh Poin Disepakati