Menkumham Bantah Hukuman Bagi Koruptor Dalam RUU KUHP Lebih Ringan
Yasonna H Laoly membantah ancaman pidana bagi pelaku korupsi dalam RUU KUHP lebih ringan dibanding aturan yang berlaku saat ini.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly membantah ancaman pidana bagi pelaku korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) lebih ringan dibanding aturan yang berlaku saat ini.
Diketahui dalam Pasal 603 RUU KUHP menyebutkan, 'Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI'.
Baca: Dua Guru Honorer Pelaku Video Syur Berseragam PNS Pemprov Jabar Langsung Dipecat
Yasonna menjelaskan Pasal 603 RUU KUHP tersebut dimaksudkan untuk membedakan dan memperberat hukuman terhadap pejabat negara yang terlibat korupsi dibanding mereka yang bukan pejabat negara.
Hal ini karena ancaman minimum pidana terhadap pejabat negara yang terlibat korupsi dalam Uundang-Undang Tipikor hanya satu tahun pidana penjara.
"Ini dimaksudkan supaya membedakan lebih berat hukuman ke pejabat negara daripada orang yang bukan pejabat negara. Karena dalam pasal 2 dan 3 UU Tipikor mengancamkan hukuman setiap orang lebih tinggi dari ancamam minimum khusus penyelenggara negara," ucap Yasonna di Kantor Kemkumham, Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Baca: Anthony Sinisuka Ginting dan Tiga Ganda Putra Indonesia ke Semifinal China Open 2019
"Pasal 3 (ancaman hukumannya) satu tahun kita bikin jadi dua tahun. Kalau dilakukan oleh pejabat negara hukuman minimumnya jadi dua tahun. Kalau di UU Tipikor yang lama kalau dia pejabat negara ancaman hukumannya minimum satu tahun," tambah Yasonna.
Yasonna menjelaskan RUU KUHP berupaya melindungi orang-orang yang bukan pejabat negara atau yang tidak terlalu berperan dalam tindak pidana korupsi.
Sementara bagi pejabat korup hukumannya diperberat dengan ancaman minimal dua tahun penjara.
"Bukan menurunkan (hukuman koruptor). Tidak. Mengoreksi supaya lebih fair. Supaya penyelenggara negara lebih berat ancaman hukumannya ketimbang rakyat biasa," katanya.
14 pasal perlu ditinjau kembali
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat ada sekitar 14 pasal di dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang perlu ditinjau kembali dengan seksama.
"Saya lihat materi yang ada, substansi yang ada kurang lebih 14 pasal (perlu ditinjau kembali)," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (20/9/2019).
Namun terkait 14 pasal yang dinilai Jokowi harus ditinjau kembali, Ia tidak merincikannya satu persatu dan akan dikomunikasikan dengan semua pihak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.